Riset: Sampah Botol Minuman Bermerek, Masih Menumpuk di 6 Kota

JagatBisnis.comHasil riset Litbang Kompas dan Net Zero Waste Management Consortium berhasil membongkar identitas merek minuman bersoda ternama yang sampahnya masih menumpuk di enam kota di Indonesia. Botol plastik minuman bersoda dan air minum kemasan itu menjadi sampah yang mendominasi pembuangan akhir sampah di Jakarta, Surabaya, Medan, Makassar, Samarinda dan Bali. Padahal, dari merek minuman tersebut rajin mengiklankan diri sebagai perusahaan ramah lingkungan.

Lead Researcher Net Zero, Ahmad Syafrudin menjelaskan, sampah plastik merek minuman ternama itu ditemukan dalam volume besar di banyak site, baik di bak/tong sampah, Tempat Pembuangan Sementara (TPS), truk sampah, Tempat Pembuangan Akhir (TPA), badan-badan air, tanah kosong, tepi jalan, pesisir hingga laut. Ada sebanyak 1.930.495 buah sampah plastik yang berhasil diidentifikasi di enam kota.

“Sampah itu terdiri dari sampah botol minuman bersoda, ada 65.182 buah. Lalu, sampah botol minuman kemasan sebanyak 36.411 buah,” ungkapnya, Selasa (5/12/2023).

Baca Juga :   Inovasi-inovasi Terobosan di Bidang Plastik: Demo Day IPPIN 2023 Mewujudkan Misi Mengakhiri Sampah Plastik

Menurut dia, temuan riset ini mengindikasikan program pengurangan sampah oleh perusahaan-perusahaan pemilik brand, belum efektif. Padahal dalam skema Extended Producer Responsibility (EPR), Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.75 Tahun 2019 mengatur perluasan tanggung jawab produsen atas seluruh daur hidup produknya, terutama terkait pengambilan kembali (take back), daur ulang dan pembuangan akhir sampah produk.

“Selain itu, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan Up Sizing. Dimana, produsen didorong untuk meninggalkan kemasan ukuran kecil dan beralih ke kemasan dengan ukuran yang lebih optimum. Hal itu perlu dilakukan untuk mengurangi potensi timbulan sampah,” terangnya.

Baca Juga :   KAI Gunakan Kemasan Makanan Ramah Lingkungan untuk Kurangi Sampah Plastik  

Dia mengungkapkan, sampah botol produk minuman yang seluruhnya menggunakan kemasan plastik Polietilena Terefatalat, sebenarnya bernilai ekonomis. Sehingga tak seharusnya tercecer di pembuangan sampah atau lingkungan terbuka. Karena, bank sampah yang digadang-gadang menjadi tulang punggung dalam skema Circular Economy (CE) pengelolaan sampah, belum berjalan efektif di semua kota.

“Kami mendapati bank sampah di banyak kota belum efektif menyerap sampah dengan residual value tinggi sekalipun. Karena sebagian besar masih bekerja ala kadarnya. Begitu juga dengan pemulung dan pelapak yang hanya menyerap sampah dengan residual value tinggi saja. Sementara sampah dengan residual rendah dibuang ke TPS/TPA/pinggir jalan/badan-badan air, bahkan dibakar (open burning),” ujarnya.

Baca Juga :   Ekonomi Sirkular Jadi Solusi Sampah Plastik Didaur Ulang

Ahmad menambahkan, ketidakjelasan implementasi ERP dan CR menjadikan kalangan produsen dengan leluasa mencitrakan dirinya sebagai korporasi yang ramah lingkungan. Faktanya, jauh dari hal itu. Sehingga pemerintah perlu meningkatkan panduan dan bimbingan teknis pelaksanaan EPR dan CE agar program ini lebih efektif dan mampu mengatasi bias pada claim sepihak oleh produsen dengan modus pencitraan perusahaan.

“Apalagi, akhir-akhir ini merek minuman bersoda banyak yang luput dari percakapan publik, terkait sampah plastik,” imbuh Ahmad. (eva)

MIXADVERT JASAPRO