Begini Upaya BRI Memitigasi Resiko Kenaikan NPL di Tengah Tren Kenaikan Suku Bunga

JagatBisnis.com –  Kebijakan kenaikan suku bunga Bank Indonesia (BI) berpotensi mempengaruhi kualitas aset. Padahal di samping itu, tantangan bank dalam menjaga kualitas aset masih cukup besar tahun depan masih berat karena relaksasi restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 akan berakhir pada Maret 2023. Untuk mencegah pemburukan aset karena kenaikan suku bunga, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) memilih untuk tidak serta melakukan penyesuaian bunga kredit karena likuiditas perseroan juga masih longgar.

Baca Juga :   BRI Permudah Wisman Berwisata dengan Pengurusan Visa Online

“Untuk menjaga kondisi nasabah debitur yang ada, termasuk menjaga kualitas portofolio, maka kami tidak serta merta menaikkan suku bunga pinjaman,” kata Direktur Manajemen Resiko BRI, Agus Sudiarto, Rabu (5/10/2022).

Dia menjelaskan, dalam melakukan penilaian terhadap posisi kualitas debitur dan juga dalam menghitung kewajiban pencadangannya. Maka, pihaknya sudah menggunakannya ketentuan dalam PSAK 71 dan tidak semata menggunakan aturan relaksasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Baca Juga :   BRI Torehkan Biaya Dana Terendah Sepanjang Sejarah

“Per Juni 2022, NPL secara konsolidasi stabil di level 3,36 persen dari total kredit atau Rp33 triliun. Bahkan, kami telah melakukan pencadangan terhadap NPL hingga 266,3 persen atau sebesar Rp88,42 triliun. Restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 juga terus mengalami penurunan yang sebagian besar didorong karena para debitur sudah pulih dari dampak pandemi Covid-19,” terang.

Dia mengaku, selama pandemi Covid-19, pihaknya sudah melakukan restrukturisasi terhadap 3,97 juta nasabah dengan nilai kredit Rp252,7 triliun. Per Juni, outstanding restrukturisasi Covid-19 sudah turun menjadi Rp129,5 triliun dari 1,59 juta debitur.

Baca Juga :   Percepatan PEN, BRI Prioritaskan Penyaluran Kredit di 5 Sektor

“Penurunan itu didorong karena Rp81,47 triliun sudah dibayarkan lunas oleh nasabah, Rp31,5 triliun kembali melakukan kewajiban pembayaran sesuai ketentuan,  dan Rp 10,16 triliun dihapusbukukan karena sudah tidak bisa lagi diselamatkan,” pungkasnya. (*/eva)

MIXADVERT JASAPRO