Ekbis  

Daging Anjing Bukan untuk Dikonsumsi, Perdagangannya Ilegal

jagatBisnis.com — Imbauan untuk tak mengonsumsi daging anjing terus dikampayekan. Karena anjing bukan termasuk hewan ternak dan dagingnya tak termasuk produk pangan untuk konsumsi. Tapi, anjing merupakan hewan yang selama ini menjadi teman manusia sehingga disebut sebagai hewan kesayangan (pet animal).

Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian (Kementan) Syamsul Maarif, mengakui, hingga saat ini masih terjadi pelanggaran dalam perdagangan dan pemotongan anjing untuk konsumsi, terutama menyangkut kesejahteraan hewan.

“Perdagangan peredaran daging anjing termasuk kategori ilegal. Karena banyak terjadi pelanggaran sehingga menjadi target pengawasan dan penindakkan aparat penegak hukum,” katanya saat Webinar bertema “Pengawasan Lalu Lintas Perdagangan Anjing Jawa-Sumatera”, Minggu (08/11/2020).

Dia mengatakan, karena banyak terjadi pelanggaran, seharusnya Pemerintah Daerah (Pemda) ikut bertindak dengan membuat Peraturan Daerah (Perda). Apalagi, perdagangan anjing banyak penyimpangan, seperti aspek kesejahteraan hewan dan proses pemotongan. Kondisi tersebut berdampak pada aspek zoonosis (kesehatan hewan) dan keamanan pangan.

“Walaupun ada beberapa alasan masyarakat mengkonsumsi daging anjing dengan mempertimbangkan budaya, mitos, etnis dan unsur. Tapi, mengkonsumsi daging anjing juga berbahaya bisa tertular penyakit seperti rabies, penyakit kulit ringworm dan kecacingan. Karena riwayat kesehatan anjing tidak diketahui,” ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani, Kementan, Agus Sunanto menjelaskan, karena tingginya kebutuhan, perdagangan anjing menjadi bisnis yang menggiurkan. Bahkan, data Badan Karantina Pertanian disebutkan, lalu lintas anjing dari Jawa ke Pulau Sumatera mencapai 2.000 ekor per bulan.

“Tugas kami adalah mencegah lalu lintas perdagangan hewan dari daerah wabah rabies ke wilayah bebas rabies. Jadi, tidak ada larangan perdagangan anjing sepanjang dari daerah bebas rabies. Karena dalam lalu lintas hewan telah ditetapkan persyaratan karantina,” ucapnya.

Dia memaparkan, jika perdagangan hewan tidak memenuhi persyaratan, pihaknya akan menolak atau memusnahkan. Adapun persyaratan itu diantaranya, melengkapi sertifikat kesehatan hewan dari tempat pengeluaran, status dan situasi daerah asal yakni bebas rabies, memenuhi persyaratan teknis karantina, pemeriksaan dokumen dan pemantauan.

“Seringkali tempat pemotongan anjing mengambil hewan-hewan lepas di daerah-daerah yang belum bebas rabies. Bahkan, cara mereka memotong, sisanya yang tidak dipakai mereka buang sembarangan. Kalau anjing itu terkena rabies, maka kucing yang memakan sisa pemotongan tadi akan terkena rabies,” tutupnya. (eva)

Baca Juga :   Indonesia Kembali Ekspor Telur Tetas Ayam ke Myanmar
MIXADVERT JASAPRO