Imbas Tetapkan Prabowo-Gibran Jadi Capres-cawapres, KPU Diadukan ke DKPP

Pasangan capres dan cawapres, Prabowo-Gibran Foto: VOI

JagatBisnis.com – 3 aktivis pro demokrasi yakni Petrus Hariyanto, Firman Tendry Masengi dan Azwar Furgudyama bersama dengan kuasa hukumnya dari Tim Pembela Demokrasi Indonesia 2.0, Patra M Zen mengadukan KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jakarta Pusat, Kamis (16/11).

Mereka menuding KPU telah melakukan pelanggaran kode etik terkait penerimaan berkas dan penetapan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres di Pilpres 2024.

“Kami ke DKPP itu untuk mengajukan pengaduan atau laporan dugaan pelanggaran kode etik oleh KPU. Terkait penerimaan berkas dan penetapan saudara Gibran Rakabuming Raka selaku calon wakil presiden dalam Pemilu tahun 2024,” ujar Advokat TPDI 2.0, Patra M Zen di kantor DKPP.

Aktivis Petrus Hariyanto mengatakan, proses pemilihan presiden bukan sekadar politik elektoral saja. Melainkan sebagai bagian penting dari proses penegakkan demokrasi.

Namun, menurut Petrus, saat ini demokrasi sedang ditarik ke garis mundur melalui serangkaian proses hukum yang berkaitan dengan Pilpres 2024.

“Saya sudah berupaya agar KPU mengurungkan niatnya untuk menerima berkas yang dilakukan oleh pasangan Prabowo-Gibran. Karena serta merta keputusan MK walaupun dianggap final, walaupun MKMK tidak bisa membatalkan, tetapi KPU tidak bisa menerapkan secara langsung,” ucap Petrus.

Baca Juga :   Baliho Jumbo Prabowo Presiden Mejeng di Jalanan Kota Surabaya

TPDI 2.0 sudah menggugat KPU ke PN Jakpus terkait dugaan perbuatan melawan hukum. Kini pelaporan KPU ke DKPP mengenai dugaan pelanggaran kode etik.

“Jelas-jelas KPU telah menerima berkas Gibran tanggal 25 (Oktober) sementara KPU sendiri memiliki aturan baru yang mengacu pada keputusan MK (nomor 90) pada tanggal 3 November. Dalam konteks hukum dan politik pun, dianggap berkas yang masuk tidak berlaku,” kata Petrus.

“Kita menyaksikan KPU sudah menetapkan Prabowo-Gibran menjadi paslon Pilpres 2024. Bahkan hari-hari kemarin kita menyaksikan sudah ada nomor urut sehingga sebentar lagi pesta demokrasi pemilihan presiden akan berlanjut. Melakukan penyelenggaraan pemilu tanpa mengindahkan aturan perundang-undangan dan hukum itu adalah salah satu bentuk pelanggaran kode etik penyelenggaraan pemilu,” tambah dia.

Lebih lanjut, Patra mencontohkan kasus yang mirip dengan kasus KPU melalui sebuah perkara MK nomor 20 tahun 2019.

Dalam perkara tersebut, MK menyatakan normanya bahwa E-KTP bukan satu-satunya syarat untuk hak pilih, usai diputuskan lalu peraturan diubah dan baru dapat diberlakukan.

Baca Juga :   KPU Usul Pilkada Serentak 27 November 2024

“Lalu contoh lain, perkara nomor 85 tahun 2017, normanya diubah ‘warga negara boleh menggunakan KTP untuk pemilihan Kepala Daerah’. Peraturannya diubah dulu, baru boleh kita bawa KTP. Sebelum perubahan apa boleh kita bawa KTP? Gak boleh, demikian juga ini.

Persyaratan peraturan nomor 23 tahun 2023 itu baru diterbitkan tanggal 3 November 2023. Maka persyaratan ini berlaku untuk capres cawapres pemilu tahun 2029,” seru Patra.

Ada 3 bukti yang dilampirkan dalam pelaporan ini, yakni PKPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang pencalonan peserta pemilihan umum presiden dan wakil presiden, PKPU Nomor 23 Tahun 2023 tentang perubahan atas Peraturan Nomor 19 Tahun 2023, dan Keputusan KPU Nomor 1632 Tahun 2023 tentang penetapan Gibran sebagai cawapres.

Nantinya, TPDI 2.0 akan mengajukan 2 orang saksi dalam perkara yang dilaporkan di DKPP ini.

“Tentu kami akan ajukan saksi-saksi. Saksi-saksi ini bisa semua warga negara yang menyaksikan (penerimaan Gibran) di televisi betapa pelanggaran sumpah ini dilakukan secara telanjang, terang dan nyata,” ungkapnya.

Baca Juga :   Ingin Pinang Gibran, Prabowo Mesti Izin Mega Dulu

Gugatan TPDI 2.0 ke PN Jakpus adalah gugatan atas nama tergugat pribadi, bukan secara pejabat.

“Mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum terhadap individu yaitu Ir. Joko Widodo, Anwar Usman, dan Pratikno. Itu individu, jangan salah, kapasitasnya bukan sebagai pejabat, bukan. Makanya kita ajukan sebagai Perbuatan Melawan Hukum di PN Jakpus,” kata Patra.

“Hari ini kami mengajukan pelanggaran kode etik di DKPP, besok kami akan mengajukan keberatan langsung ke KPU. Senin atau selasa, kami akan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum oleh penguasa di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Jadi setidaknya, TPDI akan melakukan upaya hukum (ada) 4. Berbeda yurisdiksinya, berbeda tuntutannya,” sambungnya.

Dalam gugatannya ke PN Jakpus, Anwar Usman diminta ganti kerugian kepada 3 aktivis tersebut secara imateril sebesar Rp 1 triliun. Sedangkan di DKPP, TPDI meminta tuntutannya untuk memberhentikan semua komisioner KPU.

Nantinya dalam keberatan TPDI ke KPU mengajukan pencabutan penetapan. Lalu dalam gugatan Perbuatan Melawan Hukum oleh penguasa akan dilakukan untuk meminta kerugian ke KPU. (tia)

MIXADVERT JASAPRO