Edukasi Mengenai Cara Mengetahui Efek BPA yang Benar

JagatBisnis.com –  Kandungan zat kimia Bisfenol A (BPA) pada galon air minum kembali menjadi bahan perbincangan dalam sebuah diskusi dan peluncuran buku”How To Understand BPA Information Correctly” pada Rabu 6/12/2023 di RA Suite.

BPA merupakan salah satu bahan penyusun polikarbonat, yang digunakan untuk membuat galon air minum. Zat kimia ini telah dikaitkan dengan berbagai dampak kesehatan, dari gangguan reproduksi hingga autisme.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menetapkan batas aman untuk BPA dan sedang menyusun pengaturan pelabelan air minum dalam kemasan (AMDK) untuk melindungi konsumen.

Bagaimanapun, sebagian masyarakat merasa isu ini harus di informasikan seluas luasnya untuk mengantisipasi segala gangguan kesehatan yang bisa timbul, yang tergantung dari merek air minum yang dikonsumsi.

BPA adalah zat kimia yang digunakan dalam proses industri untuk membuat polikarbonat, plastik keras yang sering digunakan dalam wadah penyimpan makanan dan minuman. BPA juga ditemukan di resin epoksi yang digunakan untuk melapisi bagian dalam kaleng makanan danminuman. Bahan ini telah digunakan sejak tahun 1950-an.

Dalam kondisi tertentu, BPA dapat bermigrasi dari kemasan polikarbonat ke air yang dikemasnya. Ketika air diminum, BPA akan masuk ke dalam tubuh dan dimetabolisme oleh liver kemudian dikeluarkan bersama urine.

Baca Juga :   Konsumen Makin Peduli Kesehatan, Pertumbuhan AMDK Galon Bebas BPA Mekin Pesat

Kekhawatiran akan cemaran BPA tumbuh seiring munculnya berbagai bukti saintifik tentang kaitan senyawa ini dengan berbagai gangguan kesehatan.

BPA dikategorikan sebagai endocrine disruptor atau zat kimia yang dapat mengganggu hormon, terutama hormon estrogen.

Sebuah studi telaah pada 2013 menjabarkan kaitan BPA dengan dampak kesehatan seperti fertilitas, fungsi seksual pria, berkurangnya kualitas sperma, kanker payudara, keguguran, obesitas, dan lain-lain.

Dr Karin Wiradarma, M.Gizi, Sp.GK menyampaikan bahwa metabolisme BPA dalam tubuh manusia setelah diserap oleh saluran cerna, BPA akan ditranspor ke hati. 90% bentuk tidak aktif dan selanjutnya akan dikeluarkan melalui urin dan fesces.

“Sedangkan 10% merupakan bentuk aktif yang memberikan pengaruh negative pada tubuh. Tetapi mengingat jumlahnya sangat kecil dibandingkan batas yang ditetapkan oleh berbagai lembaga pengawasan makanan dan minuman dunia, atau BPOM di Indonesia maka kiranya masih dibutuhkan kajian ilmiah lebih lanjut dalam hubungannya dengan kesehatan manusia,” tuntasnya.

Moderator acara dari Lembaga riset Ikatan Dokter Indonesia (LR-IDI), Dr.Aditiawarman Lubis, MPH dalam simpulan diskusi menyampaikan bahwa masih perlu lebih banyak penelitian yang harus dilakukan terkait BPA ini, ditambah karena penelitian yang ada masih menggunakan hewan sebagai obyek penelitian serta LEVEL of EVIDENCE nya perlu ditingkatkan.

Baca Juga :   Lindungi Konsumen, Label BPA Ditolak

Sementara itu Dr.Nurhidayat Pua Upa, MARS, Ketua Anguis Institute for Health Education mengatakan bahwa masyarakat perlu diberikan informasi dan edukasi yang tepat mengenai BPA sehingga tidak terjadi asimetri informasi yang membuat bingung masyarakat.

Studi lainnya menemukan kaitan antara BPA dengan autisme pada anak-anak.
BPOM telah menetapkan batas aman BPA sebesar 0,6 berat per juta (bpj), berdasarkan Peraturan Badan POM Nomor 20 tentang Kemasan Pangan.

Berdasarkan hasil pengawasan kemasan galon yang dilakukan BPOM pada tahun 2021 dan 2022, baik di sarana produksi maupun peredaran, ditemukan 3,4% sampel tidak memenuhi syarat batas maksimal migrasi BPA yang diperoleh di sarana peredaran.

BPOM juga menemukan kadar migrasi BPA yang mengkhawatirkan, 0,05-0,6 bpj, sebesar 46,97% di sarana peredaran dan 30,91% di sarana produksi.

Sementara itu kadar BPA yang dianggap berisiko terhadap kesehatan, di atas 0,01bpj, ditemukan di 5% sampel galon baru di sarana produksi dan 8,67% di sarana peredaran.

Pakar teknik kimia dari Institut Teknologi Bandung, Akhmad Zainal Abidin, menegaskan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir dengan air minum kemasan galon polikarbonat, selama masih dalam batas aman yang ditetapkan BPOM.

Baca Juga :   Pelabelan BPA Dinilai Tidak Ada Urgensinya Bagi Rakyat

Itu karena sejauh ini belum ada kasus orang yang sakit karena BPA dalam air minum dari kemasan galon, yang telah digunakan selama puluhan tahun.

“Ya tidak harus khawatir dan tidak perlu berganti [ke PET]. Karena sudah 40 tahun lebih dipakai, orang yang pakai pun juga enggak ada hari ini yang punya problem sepertinya ya,” kata Akhmad.

Adapun informasi mengenai dampak kesehatan, dia menambahkan, harus dikaitkan dengan konsentrasi BPA — selama itu di bawah ambang batas maka masih aman. Itu berarti BPA tidak bisa langsung dikatakan sebagai penyebab gangguan kesehatan misalnya, karena ada faktor-faktor lain yang dapat berpengaruh.

“Intinya semua bahan itu tidak bisa hanya dilihat namanya lalu dikategorikan berbahaya,” Akhmad menegaskan.

Dengan prinsip kehati-hatian, lebih baik kalau ragu-ragu, jangan diminum, ambil apa yang anda yakini aman,” ujarnya.

“Jadilah konsumen yang cerdas, gali informasi sebanyak banyaknya dan percayalah kepada lembaga-lembaga yang membantu masyarakat dalam menjaga kesehatan. (den)

MIXADVERT JASAPRO