Gugatan Terhadap UU MK: Hakim MK Tidak Boleh Punya Hubungan Darah dengan Presiden-DPR

Gedung Mahkamah Konstitusi

JagatBisnis.com –  Seorang advokat bernama Mochamad Adhi Tiawarman telah mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (UU MK). Gugatan ini menyoroti persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) sesuai dengan ketentuan Pasal 15 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2020.

Menurut Pasal 15 ayat (2) tersebut, calon Hakim MK harus memenuhi berbagai syarat, termasuk berijazah doktor di bidang hukum, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berusia paling rendah 55 tahun, tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan memiliki pengalaman kerja di bidang hukum paling sedikit 15 tahun.

Namun, yang menjadi perhatian utama dalam gugatan ini adalah ketentuan bahwa seorang calon Hakim MK tidak boleh memiliki hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga dengan pembentuk Undang-Undang, yang mencakup Presiden dan anggota DPR. Gugatan ini bermaksud untuk menjaga independensi dan kebebasan Hakim MK dalam menjalankan tugas yudisialnya.

Baca Juga :   DPR Sesalkan Permasalahan DAK Terus Berulang  

Dalam argumennya, pemohon (Mochamad Adhi Tiawarman) menjelaskan bahwa Presiden dan DPR memiliki peran penting dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang, sesuai dengan Pasal 20 UUD 1945. Oleh karena itu, mereka memiliki kepentingan langsung terhadap UU yang sedang diuji di MK, dan dapat menjadi pihak yang akan mempertahankan validitas UU tersebut melalui mekanisme uji materiil atau uji formil.

Baca Juga :   DPR: Pemerintah Harus Tegas Terhadap Kampanye Negatif LSM Lingkungan

Pemohon berpendapat bahwa jika seorang Hakim MK memiliki hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga dengan Presiden dan/atau anggota DPR, maka hal tersebut dapat mengganggu independensi dan kemandirian hakim dalam memeriksa, memutus, dan mengadili perkara pengujian UU terhadap UUD 1945.

Pemohon juga merujuk pada Pasal 17 ayat (4) UU Nomor 48 Tahun 2009, yang mengharuskan Ketua Majelis hakim dan Hakim Anggota untuk mengundurkan diri dari persidangan jika terdapat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga dengan pihak yang diadili. Pemohon berpendapat bahwa norma ini juga harus berlaku bagi Hakim MK.

Baca Juga :   Menhan Rumania Undur Diri Akibat Tidak Bisa Bekerjasama dengan Presiden

Gugatan ini mencerminkan upaya untuk melindungi hak konstitusional pemohon ketika ia mengajukan pengujian UU terhadap UUD 1945. Dengan menghindari adanya konflik kepentingan atau hubungan keluarga yang dekat antara Hakim MK dengan pembentuk UU, diharapkan akan terjaminnya pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil dalam proses hukum.

(tia)

MIXADVERT JASAPRO