Sidang Kartel Minyak Goreng, 7 Perusahaan Kena Denda Puluhan Miliar

JagatBisnis.com  – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah memutus perkara dugaan praktik penetapan harga (kartel) minyak goreng kemasan yang melibatkan 27 perusahaan. Putusan perkara Nomor 15/KPPU-I/2022 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 19 Huruf c dalam Penjualan Minyak Goreng Kemasan itu dibacakan dalam sidang komisi yang digelar di Kantor Pusat KPPU-RI di Jakarta pada Jumat (26/5/2023).

Majelis Komisi KPPU menyatakan, ke-27 terlapor dalam perkara tidak terbukti melanggar Pasal 5, terkait penetapan harga. Namun majelis memutuskan, 7 perusahaan terlapor secara sah dan meyakinkan terbukti melanggar Pasal 19 huruf c (terkait pembatasan peredaran/penjualan barang).

Ketujuh perusahaan yang dikenakan sanksi membayar denda, yaitu PT Asianagro Agungjaya Rp1 miliar, PT Batara Elok Semesta Terpadu Rp15,2 miliar, PT Incasi Raya Rp1 miliar, PT Salim Ivomas Pratama Tbk Rp40,8 miliar, PT Budi Nabati Perkasa Rp1,76 miliar, PT Multimas Nabati Asahan Rp8 miliar dan PT Sinar Alam Permai Rp3,3 miliar

Baca Juga :   28 April 2022, Pemerintah Larang Ekspor Minyak Goreng

Dalam proses penyusunan putusan, salah satu anggota majelis komisi, yakni Ukay Karyadi, memiliki pendapat yang berbeda (dissenting opinion).
Pada intinya dia menyatakan, seluruh terlapor patut dinyatakan melanggar Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1999.

“Atas pelanggaran itu KPPU menjatuhkan besaran sanksi denda yang beragam kepada 7 (tujuh) perusahaan terlapor tersebut. Secara total denda yang dijatuhkan mencapai Rp71.280.000.000,” tulis keputusan majelis dikutip Sabtu (27/5/2023).

Dalam putusannya, majelis komisi menjelaskan, pasar bersangkutan dalam perkara a quo adalah penjualan minyak goreng kemasan dengan bahan baku kelapa sawit di seluruh wilayah Indonesia. Struktur pasar dalam industri minyak goreng disimpulkan sebagai oligopoli ketat dengan konsentrasi pasar tinggi, yakni dengan konsentrasi rasio empat grup pelaku usaha sebesar 71,52 persen memiliki produk yang homogen dan berbagai hambatan masuk pasar.

Baca Juga :   Produsen Sediakan Minyak Goreng Hingga Natal

Ini memengaruhi perilaku pelaku usaha dan kinerja pasar termasuk potensi terjadinya penetapan harga minyak goreng yang diduga dilakukan oleh para terlapor.

Dalam persidangan, majelis komisi menemukan, berdasarkan rasio input dan output di sektor tersebut, pada periode pelanggaran lebih besar daripada rasio sebelum periode pelanggaran. Sehingga menunjukan kenaikan harga pada periode pelanggaran terjadi akibat adanya kenaikan harga input. Maka, margin keuntungan yang diperoleh menjadi semakin kecil.

Majelis komisi juga menemukan bahwa para terlapor tidak patuh kepada kebijakan pemerintah terkait dengan harga eceran tertinggi (HET), yakni dengan melakukan penurunan volume produksi dan/atau volume penjualan selama periode pelanggaran.

Baca Juga :   Ombudsman: Minyak Goreng Langka sampai Papua

Tindakan tersebut dilakukan secara sengaja untuk mempengaruhi kebijakan HET. Faktanya, pada saat kebijakan HET dicabut, serta merta pasokan minyak goreng kemasan kembali tersedia di pasar dengan harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan harga sebelum terbitnya kebijakan HET.

Ketidakpatuhan ini menimbulkan kelangkaan minyak goreng yang berakibat pada penurunan kesejahteraan (deadweight loss) masyarakat. Perilaku penurunan volume produksi dan/atau volume penjualan pada periode pelanggaran meskipun bahan baku tersedia ini, merupakan perilaku pelaku usaha yang tidak jujur dan menghambat persaingan usaha dalam melakukan kegiatan produksi dan/atau pemasaran minyak goreng kemasan. (*/esa)

MIXADVERT JASAPRO