Ekspor Kakao Indonesia 2024 Meningkat, Berkat Krisis Pasokan Global dan Harga Kompetitif

Ekspor Kakao Indonesia 2024 Meningkat, Berkat Krisis Pasokan Global dan Harga Kompetitif. foto dok distanbun.acehprov.go.id

JagatBisnis.com – Kakao masih menjadi salah satu komoditas andalan Indonesia untuk ekspor ke pasar internasional, didorong oleh harga biji kakao global yang cukup kompetitif sepanjang tahun 2024.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), volume ekspor kakao Indonesia mencapai 288.250 ton pada periode Januari hingga Oktober 2024, mengalami kenaikan 1,92% dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat 282.810 ton. Negara-negara seperti India, Amerika Serikat, dan China tetap menjadi tujuan utama ekspor kakao Indonesia.

Sebagian besar produk kakao yang diekspor berupa olahan, seperti mentega, lemak, dan minyak kakao.

Ketua Umum Dewan Kakao Indonesia (Dekaindo) Soetanto Abdullah menyebutkan bahwa kinerja ekspor kakao nasional cukup positif karena dunia sedang mengalami kekurangan pasokan kakao. Krisis ini dipicu oleh penurunan ekspor dari dua negara produsen utama, Pantai Gading dan Ghana, yang mengalami gangguan produksi akibat cuaca buruk dan serangan penyakit Cocoa Swollen Shoot Virus (CSSV), yang menyebabkan kematian pohon kakao secara massal. Penurunan pasokan ini turut mengerek harga biji kakao di pasar global.

Baca Juga :   Harga Beras Masih Menggigit! BPS Catat Inflasi Maret 2024 Didorong Kenaikan Beras dan Cabai

Menurut situs Trading Economics, harga biji kakao global tercatat mencapai US$ 11.268 per ton pada 13 Desember 2024, meningkat pesat sebesar 164,06% dibandingkan dengan tahun lalu. Dalam sebulan terakhir, harga biji kakao juga mengalami lonjakan 28,62%.

Dekaindo optimis bahwa tren positif ekspor kakao Indonesia akan terus berlanjut pada 2025. “Diperkirakan ekspor kakao pada tahun depan akan tumbuh sekitar 10%,” ujar Soetanto, pada Rabu (11/12).

Selain pasokan global yang terbatas, Indonesia juga mendapat keuntungan dari penundaan Undang-Undang Anti Deforestasi Uni Eropa (EUDR) selama setahun. Hal ini memberikan kesempatan bagi permintaan kakao dari Eropa untuk tetap tumbuh positif pada tahun depan. “Penundaan EUDR ini sangat berdampak besar terhadap ekspor, karena komoditas kakao belum sepenuhnya siap memenuhi persyaratan EUDR,” jelas Soetanto.

Baca Juga :   Ini Kata Indef Soal Tantangan ke Depan dalam Menjaga Pertumbuhan Ekonomi RI

Potensi ekspor kakao Indonesia juga didorong oleh kemampuan produksi domestik yang terus berkembang. Meskipun belum mengungkapkan angka produksi terbaru, Soetanto mengungkapkan bahwa tren produksi kakao di Indonesia meningkat dibandingkan tahun lalu. Pada 2023, Indonesia memproduksi 632.120 ton biji kakao yang ditanam di lahan seluas 1,39 juta hektare, dengan Sulawesi Tengah sebagai sentra produksi utama dengan total produksi 125.920 ton.

Namun, Soetanto juga mengakui bahwa belum semua petani kakao di Indonesia menerapkan praktik good agricultural practices (GAP), sehingga pihaknya terus berupaya memberikan edukasi dan sosialisasi kepada petani. Untuk meningkatkan produktivitas, berbagai upaya seperti intensifikasi, rehabilitasi, replanting, hingga penanaman kakao pada area baru terus digalakkan.

Baca Juga :   Mengukur Angka Kemiskinan, Menurut BPS

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Petani Kakao Indonesia (APKAI) Arief Zamroni menyatakan bahwa para petani menghadapi tantangan luar biasa akibat fenomena El Nino yang melanda sejak 2023. Beruntung, dampaknya tidak separah negara-negara Afrika, sehingga petani kakao Indonesia tetap bisa memanen hasil tanaman mereka.

Para petani mengaku saat ini mendapat keuntungan lebih besar dengan menjual kakao mereka ke pasar internasional, mengingat harga global yang lebih kompetitif dibandingkan harga domestik. “Dunia sedang kekurangan pasokan kakao, dan Indonesia menjadi alternatif utama, jadi ini kesempatan besar bagi kami untuk mengekspor kakao,” ujar Arief pada Kamis (12/12).

Walaupun demikian, APKAI mengungkapkan bahwa beberapa industri pengolahan kakao domestik mengalami perlambatan akibat melemahnya daya beli masyarakat, yang berdampak pada penyerapan kakao di pasar lokal. (Mhd)