Lonjakan Industri Tambang di Sulawesi Bikin Listrik ‘Kritis’, EBT Jadi Solusi Penting

Lonjakan Industri Tambang di Sulawesi Bikin Listrik 'Kritis', EBT Jadi Solusi Penting

JagatBisnis.com – Perkembangan pesat industri tambang dan hilirisasi mineral melalui pembangunan smelter di Pulau Sulawesi mendorong lonjakan kebutuhan listrik pada 2025. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut kondisi kelistrikan di wilayah ini telah memasuki status “lampu merah”, menandakan urgensi tambahan pasokan energi.

Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan menyoroti bahwa sistem kelistrikan Sulawesi mengalami tekanan besar, terutama akibat geliat sektor pertambangan. Hal ini disampaikan oleh Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi.

“Sulawesi menjadi tantangan besar dalam pemenuhan kebutuhan listrik. Sektor pertambangan di sana sangat aktif, dan sekarang kondisi pasokannya sudah lampu kuning, bahkan menuju merah. Artinya, kebutuhan listrik di sana sangat mendesak,” ujar Eniya dalam diskusi publik bertema Mengelola Transisi Energi, Rabu (18/6).

Potensi Energi Bersih di Sulawesi

Menurut Eniya, Sulawesi memiliki cadangan energi baru terbarukan (EBT) yang melimpah, terutama di bagian utara. Potensi ini mencakup pembangkit listrik tenaga panas bumi, air, surya, dan angin. Namun, kendala transmisi menjadi penghambat utama distribusi listrik dari wilayah dengan pasokan surplus ke kawasan industri di bagian tengah dan selatan pulau.

“Industri smelter umumnya berada di wilayah tengah seperti Morowali. Sementara Sulawesi Utara mengalami surplus listrik dari EBT, tapi belum ada jaringan transmisi yang memadai untuk menyalurkan ke wilayah industri,” jelasnya.

Sulawesi: Episentrum Tambang dan Smelter

ESDM mencatat Sulawesi sebagai pusat pertumbuhan industri tambang nasional. Sulawesi Tenggara merupakan lumbung nikel utama dengan konsentrasi tambang di Konawe, Kolaka, dan Konawe Utara. Di Sulawesi Tengah, kawasan Morowali menjadi lokasi salah satu tambang nikel terbesar di dunia, sementara Sulawesi Selatan memiliki tambang nikel strategis di Sorowako, yang dikelola PT Vale Indonesia Tbk (INCO).

Target Energi Terbarukan dalam RUPTL 2025–2034

Menjawab tantangan ini, pemerintah memasukkan Sulawesi dalam prioritas pengembangan energi bersih dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034. Dari total rencana penambahan kapasitas listrik nasional sebesar 69,5 GW, sebanyak 42,6 GW akan berasal dari EBT.

Secara khusus, pembangkit EBT yang direncanakan di Sulawesi mencakup:

  • PLTA/Mini Hydro: 4.606 MW

  • PLTP (Panas Bumi): 305 MW

  • PLTBio (Biomassa): 236 MW

  • PLTS (Surya): 1.530 MW

  • PLTB (Bayu/Angin): 1.010 MW

Pemerintah menilai pengembangan EBT di Sulawesi bukan hanya menjadi solusi kelistrikan jangka panjang, tetapi juga kunci bagi keberlanjutan industri pertambangan dan hilirisasi mineral yang kini menjadi pilar utama pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut. (Zan)