JagatBisnis.com – Sejumlah kalangan petani sawit mendesak terbentuknya Badan Sawit Nasional pada periode pemerintahan baru, Prabowo-Gibran. Hal itu dilakukan untuk mengatasi persoalan industri sawit. Karena hingga saat ini, tampak tumpang tindih kebijakan yang dikeluarkan berbagai pihak.
Ketua Bidang Komunikasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Fenny Sofyan menjelaskan, saat ini lebih dari 31 Kementerian/Lembaga yang mengurusi sawit. Sehingga dengan adanya Badan Sawit Nasional, maka akan tergambar mulai dari berapa stok yang perlu dimiliki, berapa konsumsinya, bagaimana suplai dan permintaan dari luar negeri sehingga mampu menentukan harga yang baik.
“Jadi semua harus didudukan untuk mengatur kebijakan apa yang harus dikeluarkan. Kebijakan itu harus berdasarkan pada satu badan atau satu kelompok yang memang dari awal sudah mengikuti permasalahan yang terjadi,” katanya saat diskusi bertema “Menjaga Keberlanjutan Industri Sawit dalam Pemerintahan Baru”, di Jakarta, Kamis (4/7/2024).
Menurut Fenny, dengan dibentuknya Badan Sawit Nasional tentu akan menelurkan peta jalan yang jelas dan tersingkronisasi. Sehingga akhirnya akan berdampak pada produksi hingga ekspor sawit di Indonesia. Karena produktivitas kelapa sawit di Indonesia tengah mengalami stagnansi dalam kurun empat tahun terakhir. Sehingga berdampak pada kinerja ekspor sawit yang mengalami penurunan.
“Makanya, kami melakukan edukasi kepada semua pihak terkait dengan concern maupun challange (industri sawit). Sehingga muncul sebuah kebijakan dari pemerintahan baru yang menguntungkan,” tegas Fenny.
Sementara itu, Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat Manurung mengungkapkan, Badan Sawit Nasional nantinya bakal menjadi database seluruh aktivitas dan mengantisipasi hal-hal negatif. Dengan data yang lengkap, maka akan meningkatkan replanting, permasalahan lahan diatasi, pupuk kurang di mana langsung dikirim, karena semua terdatabase dalam satu Badan Sawit Nasional.
“Dengan adanya Badan Sawit Nasional nantinya dapat mengelola data sawit mulai dari produksi, konsumsi, penanaman, hingga perizinan lebih komprehensif dan memadai. Dengan begitu, target dan realisasi peningkatan produksi dapat terukur dengan baik,” ujarnya.
Gulat mengaku, sebenarnya, Indonesia dianggap terlambat dalam membentuk lembaga independen pengelola sektor sawit. Malaysia, sudah 24 tahun lebih dahulu membentuk lembaga tersebut melalui Malaysian Palm Oil Board (MPOB).
“Di Indonesia, saat ini wacana pembentukan Badan Sawit Nasional telah memasuki tahap kajian akademik di Universitas Indonesia dan ditargetkan rampung pada Juli 2024. Para petani sawit pun optimistis Badan Sawit Nasional bakal dibentuk di era pemerintahan Prabowo-Gibran.
“Kami optimis Badan Sawit Nasional akan segera terbentuk karena program biodiesel B100 yang dicanangkan Prabowo akan bisa terwujud. Sehingga mampu meningkatkan produksi minyak sawit nasional dengan pesat,” terang Gulat.
Pada kesempatan yang sama, Guru Besar IPB University, Rachmat Prambudy menambahkan, adanya aspirasi dari petani untuk pembentukan Badan Sawit ini menjadi dasar yang kuat. Karena pembentukan Badan Sawit Nasional memang diperlukan untuk menciptakan produk sawit Indonesia menjadi lebih berdaya saing.
“Saya merasa, Badan Sawit Nasional menjadi kebutuhan. Mungikin ini bagian dari strategi kita menghasilkan produk unggulan yang berdaya saing,” tutup Rachmat yang juga Wakil Ketua Dewan Pembinan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI). (eva)