Berdampak pada Produk FMCG, Pemberlakuan Cukai Plastik Ada Penolakan

JagatBisnis.com –  Wacana pemerintah terkait rencana pengenaan cukai plastik sebagai alternatif solusi pengurangan sampah plastik di Indonesia sudah dibahas Menteri Keuangan (Menkeu) sekali tahun 21016. Kini, sudah masuk DPR RI. Wacana kebijakan tersebut dilatarbelakangi kekhawatiran akan dampak permasalahan sampah plastik yang makin mencemari lingkungan dan mengganggu keseimbangan lingkungan. Namun, pemberlakuan cukai plastik pada 2024 mendatang akan berdampak pada produk fast-moving customer goods (FMCG) seperti minuman ringan, kosmetik tubuh, dan barang kelontongan.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus mengatakan, dalam jangka pendek tentu ini akan meningkatkan biaya produksi pengusaha produk FMCG. Karena kemasan harus segera shifting ke nonplastik yang selama ini didominasi kemasan dari plastik.
Sehingga dapat terdampak oleh kenaikan harga akibat beban kemasan dialihkan ke harga produk yang naik.

“Jadi industri FMCG harus mampu beradaptasi. Salah satunya mencari alternatif kemasan yang ramah lingkungan. Karena kalau dari industri tidak mulai mencari alternatif kemasan yang ramah lingkungan maka seiring makin meningkatnya kesadaran generasi millenial dan gen Z ke isu lingkungan, produk mereka lama-lama bisa ditinggalkan,” kata Heri dalam Diskusi Publik bertema “Solusi Pengurangan Sampah Plastik di Indonesia, Cukai Plastik atau Pengelolaan Sampah yang Optimal, di Jakarta, Selasa (21/11/2023).

Baca Juga :   Menlu Retno Sebut Lawatan Jokowi ke Asia Timur Penting untuk G20

Menurut dia, perlu juga sosialisasi dan edukasi masif ke konsumen agar semakin sadar lingkungan. Edukasi yang dilakukan, di antaranya memilih produk-produk yang kemasannya bisa di daur ulang maupun bisa digunakan ulang. Jika, dilakukan
upaya dua arah, baik produsen dan konsumen, maka efektifitas kebijakan tersebut akan optimal.

“Kalau cukai pada plastik dipaksakan, pemerintah akan mengalami tekor dalam jangka panjang. Memang rasanya cukai pada plastik ini untuk mengejar pendapatan, tapi akan terjadi penurunan pendapatan negara. Karena sebagai penerimaan negara, uangnya harus kembali ke sampah, terutama sampah plastik. Jadi ada anggaran balik ke sampah yang digunakan dalam bentuk pembangunan infrastruktur seperti mesin-mesin sampah di tempat-tempat umum. Ini yang dilakukan negara seperti Kanada,” papar Heri.

Sementara itu, Direktur Pengembangan Bisnis Asosiasi Industri Aromatik Olefin dan Plastik (Inaplas), Budi Susanto Sadiman menambahkan, pengenaan tarif cukai plastik tidak mendesak untuk dilakukan. Karena hal yang terpenting adalah memberikan edukasi kepada masyarakat terhadap pengelolaan sampah plastik. Apalagi, implementasi penerapan cukai plasik bisa lebih rumit untuk dilakukan, terutama pengawasan penggunaan di pasar tradisional. Selain itu, belum ada data produksi plastik yang tepat. Data ini penting agar kebijakan yang dilahirkan tidak salah dosis.

Baca Juga :   Indonesia Gandeng 13 Negara Kejar Wajib Pajak WNI di Luar Negeri

“Untuk itu, kami menolak pengenaan tarif cukai plastik karena masalahnya adalah harus ada edukasi dari pengelolaan sampah. Perubahan paradigma tata kelola sampah dari sekedar kumpul, angkut, buang menjadi pilah, angkut, proses harus diupayakan agar pengelolaan limbah plastik yang selama ini merugikan lingkungan hidup dapat lebih terkendali,” ungkap Budi.

Dia menjelaskan, adanya peningkatan fungsi bank sampah agar dapat menjadi industri pengolah sampah serta mendorong perbaikan kualitas sumber daya manusia supaya pengelolaan manajemen sampah dapat menjadi lebih optimal. Maka, pemberian insentif kepada industri yang mau melakukan daur ulang sampah juga penting.

“Upaya pengelolaan sampah seperti ini layak untuk dilakukan karena pengenaan tarif cukai plastik bisa memberatkan sektor industri dan belum ada jenis tas belanja lain yang bisa digunakan masyarakat, selain menggunakan plastik,” imbuhnya.

Baca Juga :   Kena Ekstra Bea Masuk, Beli Impor Baju Jadi Mahal

Pada kesempatan yang sama, anggota Komite Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Rachmat Hidayat menyatakan, pihaknya secara tidak langsung juga menolak wacana cukai untuk plastik. Karena untuk saat ini belum diperlukan.

“Kita harus berpikirnya dampak dari pengenaan cukai plastik pada ekonomi secara umum. Artinya, konsumsi rumah tangga akan terganggu karena produsen melakukan koreksi sebagai konsekwensi menerima dampak pengenaan cukai plastik. Misalnya, produsen akan menaikkan harga, harga naik berdampak pada konsumen berupa konsumsi yang jadi turun,” tutup Rachmat.

Menanggapi penolakan itu semua,
Direktur Pengelolaan Sampah, Ditjen PSLB3 Kementerian LHK Novrizal Tahar menegaskan, wacana pemberlakukan cukai plastik tidak bisa ditawar-tawar apalagi ditolak. Karena sudah masuk level DPR RI dan menteri.

“Jadi menurut saya, sebaiknya lebih digagas terjadinya kolaborasi dari semua pihak terkait. Karena melalui pengenaan cukai, kami berharap sampah plastik dapat dikurangi atau dikendalikan,” tutup Novrizal. (eva)

MIXADVERT JASAPRO