Anggaran Proyek KCJB Membengkak Karena Apa?

JagatBisnis.com –  Proyek transportasi darat berupa kereta cepat yang menghubungkan antara dua kota besar yaitu Jakarta dan Bandung dimana pembangunannya masih berlangsung, namun dengan pembangunan Proyek Strategis Nasional ini memerlukan dana yang besar bahkan saat ini terjadi pembengkakan biaya anggaran proyek.

“Kalau bengkaknya karena korupsi, kita harus musnahkan! Tetapi ini kan jelas bengkaknya pada saat COVID-19 terjadi pembengkakan di mana-mana, karena proyek-proyek banyak yang mundur,” kata Erick di kepada awak media di Stasiun Pasar Senen, Selasa (18/4).

Erick merinci, salah satu pembengkakan terjadi karena naiknya harga besi dan baja, imbas dari perang Rusia dan Ukraina yang membuat terganggunya supply chain.

“Kayak bangun rumah pasti lebih mahal maka itu kita gonjang ganjing kompleksitas supply chain yang terganggu. Lalu kalau kita hitung lagi pembangunan sekarang dan kemarin lebih mahal lagi karena tidak hanya besi, yang lain lain juga naik,” terang Erick.

Baca Juga :   China Mulai Kirim 11 Set KCJB

Sebelumnya, Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKS, Suryadi Jaya Purnama menilai bunga pinjaman 3,4 persen yang diberikan China untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) adalah bunga yang besar.

Indonesia akan utang ke China Development Bank (CDB) sebesar USD 560 juta atau setara Rp 8,34 triliun (asumsi kurs Rp 14.900 per dolar AS). Utang itu akan digunakan untuk membayar pembengkakan biaya atau cost overrun KCJB yang disepakati sebesar USD 1,2 miliar.

“Kita kecewa terhadap pemerintah yang gagal menegosiasi bunga pinjaman ini. Bunga pinjaman dari China ini terlalu besar, apalagi jika dibandingkan dengan bunga pinjaman dari Jepang yang dulu ditawarkan hanya sebesar 0,1 persen padahal dengan biaya proyek yang lebih murah,” kata Suryadi kepada kumparan, Selasa (11/4) malam.

Baca Juga :   Proyek KCJB Bakal dapat Suntikan Dana Rp3,2 Triliun

Hitungan awal anggaran yang dibutuhkan untuk proyek KCJB ini sebesar USD 6,07 miliar. Suryadi menilai, pembengkakan biaya ini disebabkan karena pemerintah Indonesia kurang teliti.

Jika pemerintah teliti membaca proposal dari China tersebut, seharusnya biaya-biaya yang belum masuk dalam perhitungan ini sudah diketahui sejak awal,” kata dia.

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) merestui perpanjangan konsesi PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) mengoperasikan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) menjadi 80 tahun. Suryadi menilai, hal ini menjadi potensi kerugian bagi pemerintah.

“Dengan konsesi selama itu, pemerintah hanya dapat menikmati pendapatan dari pajak penghasilan dan pertambahan nilai. Padahal semestinya pemerintah bisa mengantongi dividen atau saham aktif jika masa konsesi tidak diperpanjang. Semua faktor ini menambah deretan permasalahan perencanaan dalam proyek kereta cepat,” ujarnya.

Baca Juga :   Jika Ibu Kota Negara Pindah, Kereta Cepat Jakarta-Bandung Siap-siap Jadi Besi Tua

Dengan masalah-masalah yang dia singgung, Suryadi mengatakan harus ada pihak yang bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Dia menilai, konsorsium BUMN yang menjadi pemilik proyek Kereta Cepat ini harus menanggung utang dan beban bunga yang tinggi.

Jangan sampai uang APBN akan terpakai untuk menyelesaikan hal-hal tersebut. “Kami khawatir harus ada lagi suntikan dana PMN (penyertaan modal negara) yang diambil dari APBN untuk konsorsium BUMN. Apalagi saat ini masalah penjaminan proyek masih menjadi bahan negosiasi dengan China. Jika pemerintah kalah lagi dalam negosiasi terkait penjaminan ini, maka rakyat lagi yang akan dirugikan,” kata dia. (den)

MIXADVERT JASAPRO