Pontjo Sutowo: Pemerintahan yang Baru Harus Mampu Melaksanakan Kewajiban Konstitusional

jagatbisnis.com – Bangsa Indonesia baru saja melaksanakan agenda penting politik kenegaraan, yaitu pemilihan umum (Pemilu) tahun 2024 untuk memilih anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta memilih Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia masa bakti 2024-2029. Dengan penetapan resmi Presiden/Wakil Presiden terpilih, maka agenda politik kenegaraan penting berikutnya adalah pembentukan pemerintahan atau kabinet baru untuk menjalankan roda pemerintahan lima tahun ke depan.

“Sesuai amanat konstitusi UUD 1945, pemerintah berkewajiban melaksanakan dan mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia, yaitu Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Tentu ini tugas dan tanggungjawab yang berat, tapi harus dilaksanakan secara bertahap sesuai kemampuan dan sumber daya yang ada,” kata Ketua Aliansi Kebangsaan Pontjo Sutowo dalam FGD bertema “Kabinet yang Representatif dan Profesional”, Jumat (17/5/2024).

Menurut Pontjo, dalam melaksanakan kewajiban konstitusional tersebut, pemerintah yang baru harus menyusun kebijakan dan strategi Pembangunan Nasional yang mampu menjawab tantatangan dan persoalan pokok yang dihadapi bangsa Indonesia ke depan. Apalagi, dalam dinamika perubahan yang begitu cepat, pemerintah yang baru juga dituntut punya kemampuan untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut secara tepat dan nyata. Sehingga manfaatnya benar-benar dirasakan masyarakat.

“Dalam konteks inilah menjadi penting wacana tentang bagaimana corak atau karakteristik pemerintahan atau kabinet baru yang akan dibentuk nanti. Bahkan, menjelang pelantikan Presiden baru bulan Oktober 2024, sudah muncul berbagai wacana dalam masyarakat tentang bentuk dan karakteristik pemerintahan/kabinet seperti apa yang diharapkan,” terangnya.

Pontjo menegaskan, apapun model kabinet yang akan dibentuk nanti, Presiden Prabowo dan timnya akan menghadapi persoalan bagaimana membentuk pemerintahan (kabinet), yang pada satu sisi memerlukan dukungan politik memadai serta merupakan perwakilan dari semua kekuatan politik. Sehingga dalam pembentukan kabinet mendatang, pemerintahan yang baru nanti akan dihadapkan pada pilihan antara dimensi representativeness dan dimensi governability.

“Faktor keterwakilan dan dukungan politik pada satu sisi, serta faktor kemampuan memerintah secara efektif pada sisi lain menjadi pilihan dilematis yang selalu dihadapi oleh setiap pemerintahan di Indonesia sebagai konsekuensi dianutnya sistem pemerintahan presidensial yang bergandengan dengan sistem multipartai,” ungkapnya.

Dia menjelaskan, dalam pemerintahan baru yang akan dibentuk Oktober 2024 nanti, corak kabinet yang dibentuk tergantung dari visi Presiden Prabowo tentang tantangan dan masalah-masalah pokok yang dihadapi bangsa negara Indonesia saat ini dan ke depan. Mengingat periode pemerintahan Kabinet Prabowo nanti merupakan tahapan lima tahun pertama dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, maka pembentukan Kabinet Prabowo sudah seharusnya berorientasi pada keberhasilan dalam penguatan fondasi tranformasi menuju visi Indonesia Emas 2045.

“Untuk lima tahun ke depan, agar mampu memperkuat fondasi transformasi Indonesia menuju Indonesia Emas 2045 melalui tiga area perubahan yaitu: transformasi sosial, transformasi ekonomi, maupun transformasi tata kelola, sudah sepatutnya Kabinet Prabowo memberikan perhatian sungguh-sungguh terhadap kemungkinan tantangan dan peluang yang muncul akibat berbagai perubahan dunia yang sudah diidentifikasi oleh Bappenas dalam Rancangan Akhir RPJPN tersebut,” imbuh Pontjo.

Pontjo menambahkan, salah satu perubahan dunia yang harus mendapat perhatian pemerintahan baru nanti adalah meningkatnya persaingan pemanfaatan sumber daya alam (SDA). Perkembangan ini menuntut perbaikan pengelolaan kekayaan SDA yang selama ini bercorak “resource base” dan bersifat ekstraktif menuju pengelolaan dengan peningkatan pemanfaatan sains, teknologi, dan inovasi.

“Upaya ini akan berkontribusi juga dalam mendorong percepatan tranformasi ekonomi Indonesia dari yang selama ini berbasis SDA (resource based economy) menuju ekonomi berbasis sains dan teknologi (knowledge based economy). Untuk itu, model ekonomi berbasis pengetahuan perlu terus kita upayakan karena dapat menstimulasi kreativitas dalam penerapan sains dan teknologi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” ucapnya.

Selanjutnya yang juga harus menjadi perhatian pemerintahan baru nanti secara sungguh-sungguh adalah perubahan geopolitik dunia. Dinamika geopolitik global ke depan akan menjadi tantangan bagi setiap negara tidak terkecuali Indonesia. Perkembangan geopilitik dapat berdampak terhadap berbagai sektor kehidupan dan tatanan global. Krisis di berbagai sektor memiliki risiko ancaman kestabilan geopolitik ke depan.

“Ketidakstabilan geopolitik dapat menimbulkan berbagai krisis utamanya krisis pangan dan energi yang selanjutnya memicu ketidakpastian geoekonomi di tingkat global. Tantangan-tantangan yang bersifat tanpa batas (borderless) seperti ini, membutuhkan kolaborasi yang erat dari berbagai pemangku kepentingan lintas sektor baik di dalam negeri maupun internasional,” pungkas Pontjo. (eva)