Kementerian ESDM Sederhanakan Aturan Investasi Hulu Migas untuk Tingkatkan Daya Tarik

Kementerian ESDM Sederhanakan Aturan Investasi Hulu Migas untuk Tingkatkan Daya Tarik. foto dok esdm.go.id

JagatBisnis.com – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah berupaya untuk menyesuaikan aturan investasi di sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) agar lebih fleksibel dan memberikan kemudahan bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). Inisiatif ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan industri migas di Indonesia melalui skema bagi hasil gross split yang baru, yang lebih sederhana dan lebih feasible.

Perubahan ini tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2024 dan Keputusan Menteri ESDM Nomor 230.K/MG.01.MEM/2024. Inti dari perbaikan skema bagi hasil gross split adalah memberikan kepastian bagi kontraktor dengan proporsi bagi hasil yang berkisar antara 75% hingga 95%, menjadikan Wilayah Kerja (WK) Migas Non Konvensional (MNK) lebih menarik, serta menyederhanakan parameter kontrak untuk memberikan lebih banyak fleksibilitas.

Baca Juga :   Begini Penjelasan Kementerian ESDM terkait Migrasi Listrik 450 VA ke 900 VA

“Simplifikasi ini bukan hanya untuk mendorong penerapan skema gross split baru, tetapi juga untuk memberikan kebebasan bagi kontraktor dalam memilih jenis kontrak yang sesuai dengan kenyamanan mereka. Kontraktor dapat berpindah antara skema Cost Recovery dan Gross Split sesuai kebutuhan,” jelas Direktur Pembinaan Hulu Migas Kementerian ESDM, Ariana Soemanto, dalam keterangan resmi pada Sabtu (5/10).

Implementasi kebijakan ini berlaku bagi kontrak yang ditandatangani setelah Peraturan Menteri Nomor 13 Tahun 2024 dikeluarkan. Bagi kontraktor migas yang sudah memiliki kontrak sebelum peraturan tersebut, mereka bisa beralih ke skema gross split baru dengan beberapa ketentuan.

Pertama, kontrak skema gross split lama untuk MNK, termasuk gas metana batubara dan shale oil/gas, dapat beralih ke skema baru. “Contohnya adalah proyek MNK Gas Metana Batubara di Tanjung Enim, yang segera beralih ke gross split baru untuk meningkatkan keekonomiannya,” jelas Ariana.

Baca Juga :   Pengembangan PLTS Terapung di Waduk: Potensi 14,7 GW Mulai Terwujud.

Kedua, kontrak skema cost recovery dapat berubah ke skema gross split baru selama masih dalam tahap eksplorasi dan belum mendapatkan persetujuan plan of development pertama (POD-I) dari Pemerintah.

Namun, kontrak skema gross split lama yang sudah dalam tahap produksi tidak dapat beralih ke skema baru, tetapi dapat beralih ke skema cost recovery. Hingga saat ini, setidaknya lima kontraktor atau blok telah menyatakan minat untuk menggunakan skema gross split baru.

“Identitas kontraktor dan blok mana yang berpartisipasi akan kami umumkan secara formal nanti. Yang terpenting adalah memberikan kenyamanan bagi kontraktor dalam memilih skema yang sesuai dengan profil risiko masing-masing, sehingga dapat menciptakan iklim investasi yang lebih menarik untuk mendukung penemuan cadangan dan produksi migas di masa depan,” tegas Ariana.

Baca Juga :   Alibi "Typo" Korupsi Di Kementerian ESDM

Kementerian ESDM baru saja menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split, yang berlaku untuk kontrak yang ditandatangani sejak 12 Agustus 2026. Peraturan ini menggantikan Peraturan Menteri Nomor 8 Tahun 2017 yang telah beberapa kali disesuaikan.

Dengan adanya kebijakan ini, Kementerian ESDM berkomitmen untuk terus mendengarkan masukan dari para pemangku kepentingan sambil tetap menjaga kepentingan negara dalam pengelolaan sumber daya migas. (Mhd)