Apindo Minta Pemerintah Kaji Ulang Rencana Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

JagatBisnis.com, Jakarta – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan kembali rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen yang dijadwalkan berlaku mulai 1 Januari 2025. Ketua Apindo, Shinta Kamdani, mengungkapkan kekhawatiran bahwa kenaikan ini akan berdampak signifikan pada daya beli masyarakat dan sektor usaha.

Menurut Shinta, kenaikan PPN yang dibebankan pada konsumen akhir bisa mengakibatkan penurunan daya beli. “Dengan kondisi ekonomi global yang tidak menentu, kenaikan PPN menjadi 12 persen bisa membuat konsumen lebih berhati-hati dalam berbelanja, yang pada akhirnya akan menekan konsumsi rumah tangga,” ujarnya​​.

Baca Juga :   Hukuman Mati bagi Pria di Arab Saudi yang Kritik Pemerintah di Medsos: Sorotan Terhadap Penindakan terhadap Kritik di Era 'Vision 2030

Selain itu, Ajib Hamdani, pengamat ekonomi, menambahkan bahwa kenaikan PPN ini berpotensi menurunkan margin keuntungan perusahaan, terutama bagi sektor-sektor yang harus menanggung beban kenaikan biaya produksi. “Ketika perusahaan harus menanggung biaya tambahan dari kenaikan PPN, ini bisa mengurangi keuntungan mereka dan berdampak negatif pada ekspansi usaha,” jelasnya​​.

Baca Juga :   Pemerintah Beri Tambahan Bansos Beras dan BLT El Nino Rp400.000 untuk Bantu Masyarakat

Apindo berharap pemerintah, terutama Presiden terpilih pada Pemilu 2024, dapat meninjau ulang waktu implementasi kenaikan PPN ini dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi yang sedang dalam tren pemulihan. “Penundaan atau penyesuaian waktu kenaikan tarif PPN bisa menjadi pilihan yang bijak untuk menghindari dampak negatif pada ekonomi nasional,” kata Shinta​.

Baca Juga :   Harga Nikel Anjlok, Pemerintah Minta Hilirisasi Jalan Terus

Pemerintah sendiri, melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), telah menetapkan kenaikan tarif PPN ini sebagai langkah untuk meningkatkan penerimaan negara. Namun, dengan kondisi ekonomi global yang masih tidak pasti, penyesuaian waktu pelaksanaan kenaikan ini menjadi semakin relevan untuk dipertimbangkan kembali.