JagatBisnis.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan program pensiun dini (early retirement) Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) terganjal pendanaan yang murah.
Pemerintah Indonesia telah menjalin kerja sama dengan negara-negara maju, termasuk Amerika Serikat (AS), dalam program Just Energy Transition Partnership (JETP). Program ini bertujuan untuk mendukung transisi energi di Indonesia, termasuk pensiun dini PLTU.
Namun, hingga saat ini, pemerintah belum menerima penjelasan mengenai komitmen pendanaan dari negara-negara maju tersebut.
“Kemarin sudah dipertanyakan Pak Presiden (Jokowi), ke Pak Biden bahwa harus ada sumber dana yang beban bunganya dan memudahkan tidak seperti komersial finansial,” kata Arifin di kantor Kementerian ESDM, Jumat (17/11).
Arifin mengatakan, pendanaan dari JETP tersebut diutamakan untuk lima program, yaitu pensiun dini PLTU, transmisi listrik, energi baru terbarukan (EBT) bersifat baseload dan non baseload, serta untuk ekosistem.
“Nanti kita gali lagi terutama yang transmisi yang perlu kita sempurnakan,” lanjut Arifin.
Pensiun dini PLTU merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. PLTU merupakan sumber emisi terbesar di Indonesia, menyumbang sekitar 40% dari total emisi.
Namun, pensiun dini PLTU juga menimbulkan tantangan, yaitu ketersediaan listrik. Saat ini, PLTU masih menjadi sumber listrik utama di Indonesia, menyumbang sekitar 60% dari total produksi listrik.
Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah berencana mengembangkan pembangkit EBT, terutama pembangkit EBT yang bersifat baseload, yaitu dapat menghasilkan listrik secara stabil 24 jam sehari.
Namun, pengembangan pembangkit EBT juga membutuhkan pendanaan yang besar. Pemerintah berharap negara-negara maju dapat memberikan pendanaan yang murah untuk mendukung pengembangan pembangkit EBT di Indonesia. (tia)