Utang Pemerintah Indonesia Naik Lagi Menjadi Rp 7.870 Triliun di Agustus 2023

Dollar AS

JagatBisnis.com –  Pada tanggal 25 September 2023, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengumumkan bahwa utang pemerintah Indonesia kembali meningkat. Hingga akhir Agustus 2023, utang pemerintah mencapai angka Rp 7.870 triliun, naik dari total utang sebesar Rp 7.739 triliun pada tahun 2022. Rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) saat ini mencapai 37,84 persen, naik dari bulan sebelumnya yang berada pada 37,78 persen, namun masih berada dalam batas aman yang jauh di bawah 60 persen PDB, sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan target yang ditetapkan dalam Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah tahun 2023-2026 sebesar 40 persen.

Baca Juga :   Kenaikan Harga BBM, Kebijakan Pemerintah yang Kontraproduktif

Menurut Sri Mulyani, pemerintah telah mengelola utang dengan baik dan mengendalikan risikonya, termasuk dalam hal komposisi mata uang, suku bunga, dan jatuh tempo. Utang pemerintah terdiri dari dua jenis, yaitu surat berharga negara (SBN) dan pinjaman. Mayoritas utang, sekitar 88,88 persen, berbentuk SBN, sedangkan sisanya sekitar 11,12 persen berupa pinjaman. Lebih rinci, utang pemerintah dalam bentuk SBN mencakup SBN domestik sebesar Rp 5.663 triliun dan SBN valuta asing sebesar Rp 1.331 triliun. Sedangkan total pinjaman dalam negeri adalah Rp 25 triliun dan pinjaman luar negeri mencapai Rp 850 triliun.

Pemerintah telah mengutamakan pengadaan utang dengan tenor menengah hingga panjang dan melakukan pengelolaan portofolio utang secara aktif. Pada akhir Agustus 2023, profil jatuh tempo utang Indonesia dianggap aman, dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) sekitar 8 tahun.

Baca Juga :   Hore! Indonesia Kembali Masuk Negara Pendapatan Menengah Atas

Selain itu, pemerintah berusaha untuk meningkatkan partisipasi investor individu dalam SBN domestik, yang telah meningkat dari 2,95 persen pada tahun 2019 menjadi 6,98 persen pada akhir Agustus 2023. Perbankan merupakan pemilik terbesar SBN domestik, dengan kepemilikan sekitar 31,14 persen, diikuti oleh perusahaan asuransi dan dana pensiun dengan kepemilikan sekitar 17,92 persen. Kepemilikan asing dalam SBN domestik mencapai sekitar 15,37 persen, termasuk kepemilikan oleh pemerintah dan bank sentral asing.

Baca Juga :   Luhut: Pemerintah Telah Melakukan Enam Terobosan Baru

Pemerintah juga berupaya untuk mengembangkan pasar SBN domestik yang dalam, aktif, dan likuid, dengan mempertimbangkan instrumen SBN tematik berbasis lingkungan (Green Sukuk) dan SDGs (SDG Bond dan Blue Bond). Transformasi digital juga dianggap berperan penting dalam proses penerbitan dan penjualan SBN, membuat pengadaan utang melalui SBN menjadi lebih efektif, efisien, dan kredibel.

Pengelolaan utang pemerintah terus mendukung pengembangan pasar keuangan domestik, inklusi keuangan, dan literasi keuangan masyarakat, dengan tujuan mendorong masyarakat dari masyarakat yang menabung menjadi masyarakat yang berinvestasi.

(tia)

MIXADVERT JASAPRO