Pemerintah Susun Aturan CCS, Indonesia Buka Peluang untuk Menyimpan Karbon dari Negara Lain

Dirjen Migas Tutuka Ariadji. Foto: Kumparan

JagatBisnis.com –  Pemerintah Indonesia saat ini tengah merancang Peraturan Presiden (Perpres) terkait carbon capture and storage (CCS) yang akan berlaku di luar sektor hulu migas. Langkah ini diambil untuk mendukung upaya penurunan emisi gas rumah kaca dari industri lain. Selain itu, peraturan ini juga membuka peluang bagi Indonesia untuk menjadi pusat CCS di Asia Tenggara dengan mengizinkan impor karbon dari negara lain.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tutuka Ariadji, menyatakan bahwa banyak negara seperti Kanada, Amerika Serikat, Inggris, dan Australia telah memiliki kebijakan CCS yang kuat dengan insentif besar bagi sektor swasta. Hal ini telah mendorong perkembangan dan pertumbuhan sektor CCS di negara-negara tersebut.

“Kami melihat ini sebagai peluang untuk memperkaya regulasi CCS di Indonesia. Mengembangkan kebijakan dan peraturan tentang CCS merupakan tugas yang menantang, dan kami perlu belajar dari pengalaman negara lain,” ujarnya dalam International and Indonesia CCS Forum, Senin (11/9).

Baca Juga :   Alumni Belanda Minta Penguatan Kontribusi Peneliti, Kurangi Dampak Covid-19

Tutuka menjelaskan bahwa melalui Perpres baru ini, Indonesia akan memiliki kemampuan untuk menerima dan menyimpan karbon dari negara lain. Sebagai contoh, negara seperti Singapura yang memiliki keterbatasan lahan migas dapat menyimpan karbon di Indonesia.

“Kita menerima CO2 dari luar, kurang lebih seperti impor. Mereka yang ingin menggunakan layanan penyimpanan CO2 akan membayar, sehingga kita bisa mengembangkan bisnis penyimpanan CO2,” jelasnya.

Baca Juga :   Penyebab Gelombang Tinggi Terjang Perairan Indonesia di Akhir Tahun

Tutuka juga menyoroti rencana Singapura untuk meningkatkan pajak karbon, dengan rencana kenaikan hingga 25 dolar Singapura pada tahun 2024, yang akan naik lagi menjadi 45 dolar Singapura di tahun berikutnya. Hal ini akan mendorong perusahaan untuk mencari alternatif seperti penyimpanan atau injeksi karbon daripada membuangnya ke atmosfer.

Selain itu, Tutuka menekankan bahwa kerja sama CCS antarnegara dapat melibatkan pemerintah terlebih dahulu, diikuti dengan kerja sama antarperusahaan (business to business/B2B) dengan pemilik lapangan migas seperti PT Pertamina (Persero).

Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi, Jodi Mahardi, menyatakan bahwa Perpres CCS kemungkinan akan diterbitkan dalam tahun ini, mengikuti peraturan yang sudah ada khusus untuk sektor hulu migas.

Baca Juga :   Lonjakan Emisi Karbon di Hutan Amazon Seiring Pemerintahan Bolsonaro

Dengan membuka pintu bagi impor karbon, Indonesia berpotensi menjadi pusat CCS di Asia Tenggara. Hal ini akan mendukung perkembangan industri-industri terkait di Indonesia dan membuka peluang investasi baru.

Salah satu bukti investasi yang berpotensi datang adalah minat perusahaan besar dunia untuk mendirikan pabrik petrokimia plastik di Indonesia, yang akan memanfaatkan CCS sebagai langkah menuju netralitas karbon.

“Ketika mereka memiliki akses ke CCS yang berdekatan, mereka dapat mengembangkan petrokimia netral karbon. Itu sebabnya kami membuka kerjasama lintas batas ini untuk meningkatkan kemampuan kami dalam mendapatkan investasi yang mendukung perkembangan CCS,” pungkas Jodi.

(tia)

MIXADVERT JASAPRO