Harga Beras Tinggi, Pemerintah Dianggap Kurang Peka dengan Kondisi Ekonomi Rakyat

Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera bidang Ekonomi dan Keuangan Anis Byarwati.

JagatBisnis.com  Harga beras yang terus menanjak naik sejak Agustus 2023, membuat prihatin sejumlah kalangan. Salah satunya, Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera bidang Ekonomi dan Keuangan Anis Byarwati. Bahkan, dalam beberapa pekan terakhir terus terbang ke atas harga eceran tertinggi (HET) dan cetak rekor baru mencapai Rp17 ribu per kg. Diprediksi berpotensi mencapai harga Rp1 juta per karung.

“Pemerintah harus bergerak, karena kenaikan ini semakin menekan rakyat yang masih dalam kondisi pemulihan ekonomi,” katanya yang juga anggota Komisi XI DPR RI ini, di Jakarta, Senin (11/9/2023).

Dia menegaskan, pemerintah harus bertanggung jawab atas meroketnya harga beras. Apalagi, pada Agustus 2023x inflasi harga beras tembus 13,76 persen (yoy). Jika, inflasi beras ini tertinggi sejak Juni 2012, maka semua pihak baik pemerintah dan BI harus bersama mengatasi.

Baca Juga :   PKS Sesalkan Bank BUMN Berikan Pendanaan untuk Industri Batu Bara Tanpa Agunan  

“Untuk itu, pemerintah harus segera melakukan operasi pasar agar harga beras bisa kembali normal,” terang legislator Fraksi PKS ini.

Baca Juga :   Raker dengan Menkeu, PKS Soroti Kenaikan Cukai Tembakau Tidak Berdampak pada Kesejahteraan Petani

Dia menjelaskan, ketergantungan impor beras yang tinggi menyebabkan pengendalian harga beras kian sulit. Sebab solusi pemerintah, jika harga beras tinggi ialah selalu impor. Bahkan, mengimpor pemerintah melakukan impor di musim panen sehingga sangat merugikan petani. Tak heran, produksi beras Indonesia selalu turun akibat minat menanan turun.

“Hanya kebijakan yang orientasinya menyejahterakan petani Indonesia yang akan menolong negara ini akibat gejolak harga pangan terutama beras. Karena selama ini, hal itu tidak hadir dan solusinya selalu jangka pendek,” paparnya.

Baca Juga :   Ketua DPP PKS: RUU Ekonomi Syariah Jadi Harapan Keadilan Ekonomi Nasional

Dia menambahkan, biaya produksi beras Indonesia yang tertinggi di antara negara produsen menjadikan beras Indonesia tidak memiliki daya saing yang cukup dan menjadi rawan impor. Sehingga Nilai Tukar Petani (NTP) yang merupakan indikator kesejahteraan petani selalu paling rendang dibandingkan NTP sektor lainnya.

“Jadi wajar, profesi petani beras kian langka. Padahal merekalah harapan disaat harga global menghantam,” pungkas Anis. (eva)

MIXADVERT JASAPRO