JagatBisnis.com – Pemerintah telah memutuskan untuk mempertahankan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi kegiatan membangun sendiri (KMS) sebesar 2,2% dari dasar pengenaan pajak (DPP), meskipun sebelumnya sempat ada wacana mengenai kenaikan tarif menjadi 2,4%.
Keputusan ini diatur dalam Pasal 324 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 11 Tahun 2025 tentang Ketentuan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak dan Besaran Tertentu PPN. Dalam aturan ini, PPN atas KMS dihitung dengan cara mengalikan tarif PPN yang berlaku dengan faktor 20% dan 11/12%. Hasilnya kemudian dikalikan dengan dasar pengenaan pajak yang ditetapkan.
Dasar pengenaan pajak untuk kegiatan membangun sendiri adalah jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau dibayarkan untuk membangun bangunan tersebut, dihitung setiap masa pajak hingga bangunan selesai. Namun, biaya perolehan tanah tidak termasuk dalam perhitungan ini.
Perhitungan yang Jelas dan Sesuai Peraturan Pajak
Sebagai contoh, biaya yang dikeluarkan untuk membangun rumah atau bangunan lain menjadi dasar untuk menghitung besaran PPN yang dikenakan. Hal ini memastikan bahwa pajak yang dibebankan tetap sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di Indonesia.
Perlu diketahui, PPN KMS bukanlah pajak baru. Pajak ini telah diberlakukan sejak 1994, dengan penyesuaian tarif yang dilakukan pemerintah berdasarkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Pajak (UU HPP).
Kriteria Kegiatan Membangun Sendiri (KMS)
KMS merujuk pada kegiatan membangun bangunan baru atau memperluas bangunan yang ada, dilakukan oleh individu atau badan untuk digunakan sendiri atau disewakan. Dalam PMK 61 Tahun 2022, ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi untuk kegiatan ini agar dikenakan PPN KMS:
- Bangunan yang dibangun harus memiliki konstruksi utama dari bahan seperti kayu, beton, batu bata, atau baja, dan diperuntukkan untuk tempat tinggal atau kegiatan usaha.
- Luas bangunan minimal 200 meter persegi. Artinya, jika bangunan memiliki luas kurang dari 200 meter persegi, maka PPN KMS tidak berlaku.
Selain itu, pembangunan bisa dilakukan sekaligus dalam satu periode tertentu atau bertahap selama tidak lebih dari dua tahun. Jika pembangunan memakan waktu lebih dari dua tahun, maka proyek tersebut akan dianggap sebagai proyek terpisah, yang berpotensi dikenakan aturan pajak yang berbeda.
Dengan keputusan ini, pemerintah memastikan bahwa tarif pajak untuk KMS tetap stabil, dan aturan yang berlaku tetap memberikan kepastian hukum bagi para pembangun yang melakukan kegiatan ini. (mhd)