Pemerintah Baru Diminta Perbaiki Defisit APBN yang Terus Meningkat

Pemerintah Baru Diminta Perbaiki Defisit APBN yang Terus Meningkat

JagatBisnis.com – Kementerian Keuangan beberapa waktu lalu menyampaikan, realisasi penerimaan pajak tahun 2024 hanya 97,2 persen dari target APBN. Padahal sebelumnya, sudah tiga tahun berturut-turut mencapai target dengan defisit APBN mencapai Rp507,8 triliun atau 2,29 persen dari PDB.  Untuk itu, pemerintah baru perlu menstabilkan ekonomi terlebih dahulu, agar penerimaan negara optimal.

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS Anis Byarwati mengungkapkan, data historis defisit APBN atas Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia dari masa ke masa. Rata-rata defisit tahun 2000-2004 hanya -1,75 persen. Sedangkan, tahun 2005-2009 pada angka-0,80 persen dan 2010-2014 sebesar -1,58 persen. Sementara di dua periode pemerintahan Jokowi, defisit meningkat tajam sebesar -2,32 persen rata-rata sepanjang 2015-2019 dan tahun 2019-2024, diangka -3,39 persen.

Baca Juga :   Indonesia Masuk 15 Negara Asia Terdampak Resesi

“Pemerintahan baru langsung mendapat beban yang cukup berat. Dengan tambahan defisit APBN tentu menambah utang baru, yang pemerintahan baru akan bayar nantinya pokok utang berikut bunganya. Kami berharap, pemerintah Prabowo bisa memperbaiki, karena pada rezim sebelumnya defisit selalu melonjak. Bahkan, di era sebelum pandemi pun defisit meningkat tajam di atas 2 persen,” ungkap Anis.

Baca Juga :   PKS Ajak Kadernya Untuk Berjuang Hingga Tuntas

Terkait pendapatan negara di tahun 2024 legislator PKS ini memaparkan, penyataan Kemenkeu yang menyebut pendapatan negara tumbuh positif. Padahal rasio Pendapatan Negara atas PDB secara historis terlihat tidak ada kemajuan, bahkan cenderung menurun. Pada tahun 2014 sebesar 14,57 persen, kemudian di 2024 Rasio Pendapatan Negara atas PDB menurun hingga 12,50 persen.

Baca Juga :   Politisi Anis Byarwati Salurkan Kurban 18 Ekor Sapi

“Fktor menurunnya penerimaan pajak di tahun 2024, karena pemerintah seolah tidak berdaya menghadapi tekanan gejolak global dan turunnya harga komoditas. Sementara di dalam negeri sendiri, fundamental ekonomi nasional juga tidak kunjung membaik. Sehingga terjadinya deflasi selama lima bulan berturut-turut menunjukkan efek dari lemahnya daya beli masyarakat akibat pertumbuhan penghasilan yang tidak signifikan serta turunnya pendapatan masyarakat selama tahun 2024,” terangnya. (eva)