JagatBisnis.com – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menegaskan bahwa proses merger antara tiga maskapai penerbangan pelat merah, yaitu PT Garuda Indonesia Tbk, PT Pelita Air Service, dan PT Citilink Indonesia, akan rampung pada tahun ini. Rencana merger ini diperkirakan selesai pada paruh pertama 2025. Meski begitu, Erick belum mengungkapkan maskapai mana yang akan bertahan setelah proses penggabungan tersebut.
“Ini bagian dari roadmap yang enam bulan ke depan. Kenapa saya kumpulkan hari ini? Itu menjadi bagian diskusinya (mengenai rencana penggabungan maskapai penerbangan BUMN),” ungkap Erick di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (2/1).
Tujuan Merger: Efisiensi dan Daya Saing Global
Erick menekankan bahwa fokus utama pemerintah adalah untuk melakukan konsolidasi secara maksimal guna menciptakan efisiensi dan meningkatkan daya saing industri penerbangan nasional. Merger ini bertujuan memperkuat posisi maskapai penerbangan BUMN dalam menghadapi persaingan global.
“Efisiensi dan penguatan struktur korporasi yang terintegrasi akan memperkuat posisi maskapai nasional di pasar global,” ujar Erick. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja perusahaan penerbangan negara agar lebih kompetitif di tingkat internasional.
Efisiensi di Bandara Soekarno-Hatta
Selain merger maskapai, Erick juga mengungkapkan upaya efisiensi besar dalam pengelolaan Bandara Soekarno-Hatta. Sebelumnya, pemerintah berencana membangun Terminal 4 senilai Rp 14 triliun untuk penerbangan umrah. Namun, setelah dilakukan kajian ulang, rencana tersebut diganti dengan penataan Terminal 2F yang hanya memerlukan biaya Rp 1 triliun.
“Dengan anggaran yang jauh lebih rendah, kita bisa melakukan perbaikan besar-besaran pada terminal yang ada dan meningkatkan kenyamanan serta kapasitasnya,” jelas Erick.
Peningkatan Kapasitas Bandara Soekarno-Hatta
Perbaikan pada Terminal 2F diproyeksikan akan meningkatkan kapasitas Bandara Soekarno-Hatta dari 56 juta menjadi 94 juta penumpang per tahun. Selain itu, langkah ini juga akan mengoptimalkan kapasitas terminal yang ada, sehingga anggaran yang dikeluarkan dapat dihemat secara signifikan.
Erick juga menyampaikan apresiasinya kepada tim PT Angkasa Pura Indonesia dan InJourney Airports yang telah bekerja keras dalam mewujudkan efisiensi ini. “Kami terus melakukan review terhadap proyek-proyek BUMN yang dianggap tidak efisien. Bayangkan, dari Rp 14 triliun menjadi hanya Rp 1 triliun, namun kapasitas tetap meningkat,” kata Erick.
Dengan langkah-langkah efisiensi yang tengah dilakukan, baik dalam merger maskapai BUMN maupun pengelolaan Bandara Soekarno-Hatta, pemerintah berharap dapat menciptakan sektor penerbangan nasional yang lebih efisien dan siap bersaing di pasar global. (Mhd)