Tiga BUMN Dituding Jual Senjata ke Junta Myanmar: Indonesia Dalam Sorotan Saat Memimpin ASEAN

Ilustrasi senjata Foto: OKezone

JagatBisnis.com  Tiga perusahaan produsen senjata yang dimiliki oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu PT Pindad, PT PAL, dan PT Dirgantara Indonesia, dituding telah menjual senjata secara ilegal kepada militer Myanmar. Tudingan ini mencuat setelah investigasi oleh kelompok masyarakat sipil, termasuk The Chin Human Rights Organisation (CHRO), Myanmar Accountability Project (MAP), dan mantan Jaksa Agung Indonesia, Marzuki Darusman. Tudingan tersebut menyebutkan bahwa praktik ini telah berlangsung selama satu dekade terakhir, bahkan setelah kudeta di Myanmar pada tahun 2021.

Penting untuk dicatat bahwa tudingan ini muncul saat Indonesia masih menjabat sebagai Ketua ASEAN. Indonesia telah memimpin upaya ASEAN untuk menghentikan kekerasan di Myanmar melalui resolusi 5 Point of Consensus, meskipun hasilnya masih belum memuaskan. Salah satu aspek dari konsensus ini adalah seruan untuk menghentikan kekerasan di Myanmar.

Investigasi yang diungkap oleh CHRO, MAP, dan Marzuki Darusman didasarkan pada informasi yang dihimpun dari investigasi terbuka dan dokumen-dokumen yang bocor. Mereka menyebutkan bahwa pengiriman senjata dari Indonesia ke Myanmar diperantarai oleh perusahaan Myanmar milik Htoo Htoo Shein Oo, yakni North Company Limited. Htoo adalah putra dari Menteri Perencanaan dan Keuangan junta Myanmar, Win Shein, yang saat ini dijatuhi sanksi oleh negara-negara Barat.

Baca Juga :   Starlink, Layanan Internet Milik Elon Musk, Hadir di Indonesia dengan Harga Tertinggi

Peran perusahaan swasta seperti True North sebagai perantara antara militer Myanmar dan produsen senjata milik BUMN menimbulkan kecurigaan akan adanya potensi korupsi. Oleh karena itu, tiga kelompok tersebut telah mengajukan pengaduan dan meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk menginvestigasi dugaan tersebut.

Baca Juga :   Investor Singapura Diajak Bisnis Kripto di Indonesia

Marzuki Darusman menggarisbawahi bahwa tiga perusahaan BUMN tersebut berada di bawah kendali langsung pemerintah dan tunduk pada pengawasan serta persetujuan pemerintah. Penjualan senjata yang terus berlanjut setelah kudeta tahun 2021 dan kampanye genosida terhadap Rohingya menimbulkan keraguan tentang kesediaan pemerintah Indonesia untuk mematuhi kewajibannya di bawah hukum hak asasi manusia internasional dan hukum humaniter.

Baca Juga :   Indonesia Terpilih Jadi Ketua ASEAN 2023

Chris Gunness, Direktur MAP, setuju dengan pentingnya peran Komnas HAM dalam menyelidiki pelanggaran yang mungkin terjadi dalam BUMN. Dia juga mencatat bahwa Mahkamah Konstitusi Indonesia telah memberikan lampu hijau untuk kasus-kasus yurisdiksi universal. Hal ini sejalan dengan upaya regional untuk akuntabilitas di Myanmar dan koneksi yang kuat dengan Indonesia jika pengadilan di Jakarta ingin mengadili kasus-kasus terhadap militer Myanmar.

Tudingan ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam perdagangan senjata internasional serta peran penting Indonesia dalam menjalankan kepemimpinannya dalam ASEAN.(tia)

MIXADVERT JASAPRO