Pemerintah Rencanakan Amnesti untuk 44.000 Narapidana, Persetujuan DPR Diperlukan

JagatBisnis.com – Pemerintah Indonesia melalui Menteri Hukum dan HAM, Agus Andrianto, sedang menyusun daftar 44.000 narapidana yang memenuhi kriteria untuk diberikan amnesti atau pengampunan. Rencana ini disampaikan oleh Agus di sela-sela kunjungan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Kelas II A Bandung pada Rabu, 25 Desember 2024. Menurut Agus, usulan amnesti ini akan segera diserahkan kepada Menko Hukum dan HAM, yang kemudian akan mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mendapatkan persetujuan.

Kriteria Narapidana yang Dapat Menerima Amnesti

Menurut Agus, pemberian amnesti ini akan dilakukan secara serentak setelah mendapatkan persetujuan dari DPR. Beberapa kategori narapidana yang direncanakan akan menerima amnesti antara lain:

  1. Narapidana terkait UU ITE (Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik), yang sering kali menjadi kasus kontroversial terkait dengan penghinaan atau pencemaran nama baik secara daring.
  2. Ibu hamil, anak-anak yang diasuh oleh ibu di bawah 3 tahun, dan anak binaan yang masih membutuhkan perawatan dan perhatian khusus.
  3. Narapidana yang terlibat dalam kasus narkoba, dengan ketentuan mereka terlebih dahulu menjalani rehabilitasi.
  4. Narapidana dengan gangguan jiwa atau yang mengidap HIV/AIDS yang membutuhkan perhatian medis.
  5. Tahanan terkait kasus di Papua, termasuk mereka yang terlibat dalam permasalahan makar tidak bersenjata, yang dianggap berpotensi untuk berbaur kembali dengan masyarakat dengan pengampunan.
  6. Anggota Jamaah Islamiyah (JI) yang telah membubarkan diri dan menunjukkan kesediaan untuk berikrar kembali menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Baca Juga :   Jokowi Dukung Prabowo dan Ganjar di Capres 2024

Amnesti untuk Kasus Papua dan Teroris yang Telah Berubah

Agus juga menekankan bahwa Presiden Prabowo Subianto berkeinginan memberikan amnesti kepada beberapa kelompok, termasuk masalah yang ada di Papua dan mereka yang terlibat dalam organisasi teroris seperti Jamaah Islamiyah (JI), yang kini sudah membubarkan diri. Pemerintah berkomitmen untuk memberikan pengampunan kepada mereka yang menunjukkan perilaku baik dan bersedia berikrar setia kepada NKRI.

Baca Juga :   Prabowo Subianto Kunjungi Cina: Dinamika Diplomasi dan Tantangan Regional

“Hasil dari amnesti ini akan bergantung pada apakah mereka sudah berkelakuan baik dan mau berikrar menjadi bagian dari NKRI,” ujar Agus.

Rencana Amnesti untuk 44.000 Narapidana

Sebelumnya, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas juga mengungkapkan bahwa pemerintah merencanakan amnesti bagi sekitar 44.000 narapidana yang memenuhi persyaratan tersebut. Usulan ini telah disampaikan kepada Presiden Prabowo. Beberapa kategori narapidana yang masuk dalam usulan amnesti termasuk mereka yang terkait dengan pelanggaran UU ITE, penghinaan terhadap kepala negara, pengguna narkotika, serta napi dengan gangguan jiwa atau yang terinfeksi HIV/AIDS.

Amnesti ini, menurut Supratman, merupakan langkah pengampunan yang bersifat rehabilitatif, di mana narapidana yang memiliki potensi untuk berintegrasi kembali ke masyarakat setelah menjalani rehabilitasi atau perawatan, akan mendapatkan kesempatan kedua.

Baca Juga :   Presiden Biden Ucapkan Selamat kepada Prabowo Subianto sebagai Presiden RI Terpilih

Langkah Pengampunan Ini Memerlukan Persetujuan DPR

Pemberian amnesti ini harus melalui proses persetujuan DPR, dan setelah itu, pelaksanaan pengampunan dapat dilakukan secara serentak. Proses ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi penurunan angka kejahatan, pengurangan overcrowding di penjara, serta rehabilitasi sosial bagi mereka yang memenuhi kriteria.

Namun, meskipun rencana tersebut sudah disusun, keputusan final tetap menunggu persetujuan legislatif, yang diharapkan bisa segera dilakukan setelah pembahasan di DPR.

Penutup

Rencana pemberian amnesti ini merupakan bagian dari kebijakan yang lebih luas untuk memperbaiki kondisi sistem pemasyarakatan di Indonesia, mengurangi kepadatan penghuni lapas, serta memberikan kesempatan bagi mereka yang telah menunjukkan pertobatan atau perubahan untuk kembali berkontribusi kepada masyarakat. Kebijakan ini juga dianggap sebagai langkah yang relevan dalam menghadapi masalah sosial dan kriminalitas yang ada di berbagai sektor kehidupan masyarakat Indonesia. (Hky)