JagatBisnis.com – China menghadapi tantangan besar dalam pasokan tembaga, dengan keterbatasan konsentrat tembaga yang mempengaruhi keuntungan perusahaan peleburan di negara tersebut. Untuk mengatasi masalah ini, penggunaan lebih banyak aluminium dan tembaga daur ulang dianggap sebagai solusi yang efektif, demikian pernyataan dari China Nonferrous Metals Industry Association (CNIA) pada Rabu (13/11).
Keterbatasan Pasokan Tembaga Menyebabkan Penurunan Keuntungan
Ge Honglin, Ketua CNIA, menyampaikan bahwa industri tembaga China saat ini menghadapi ketidakpastian dan tantangan yang sangat berat. “Banyak perusahaan peleburan tembaga kini mendapatkan profit bukan dari tembaga itu sendiri, melainkan dari produk sampingan. Bahkan, beberapa perusahaan sudah mulai merugi,” kata Ge dalam sebuah konferensi.
Salah satu isu utama yang membebani industri tembaga adalah pasokan konsentrat yang semakin ketat, yang menyebabkan biaya pengolahan dan pemurnian (TC/RCs) semakin tinggi. TC/RCs adalah biaya yang dibayar oleh penambang tembaga kepada perusahaan peleburan sebagai imbalan atas pemrosesan bijih tembaga. Ketika pasokan bijih berkurang, biaya ini sering kali menurun, merugikan perusahaan peleburan yang sangat bergantung pada pendapatan dari TC/RCs.
Potensi Tembaga Daur Ulang untuk Kurangi Ketergantungan pada Impor
Ge juga mencatat bahwa untuk mengurangi ketergantungan pada tembaga yang berasal dari luar negeri—yang saat ini mencakup lebih dari 70% kebutuhan China—penggunaan tembaga daur ulang dapat menjadi solusi yang efisien. Volume tembaga daur ulang di China diperkirakan akan meningkat dari 2,5 juta ton pada 2024 menjadi 2,7 juta ton pada 2025, dengan target mencapai 3,5 juta ton pada 2030. Ge juga mendorong perusahaan-perusahaan China untuk lebih banyak memperoleh tembaga daur ulang dari wilayah yang stabil secara politik untuk memastikan pasokan yang lebih aman.
Untuk mendukung upaya ini, China telah membuka pintu bagi impor lebih banyak tembaga daur ulang dan mendirikan perusahaan daur ulang yang didukung oleh negara. Langkah ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan baku tembaga mentah, yang semakin langka di pasar global.
Aluminium sebagai Substitusi Tembaga: Solusi Ekonomi yang Menjanjikan
Di tengah ketatnya pasokan tembaga, aluminium muncul sebagai alternatif yang menjanjikan. Ge Honglin juga menyarankan agar perusahaan-perusahaan China semakin mengandalkan aluminium sebagai pengganti tembaga, karena biaya aluminium jauh lebih rendah. Harga tembaga saat ini lebih dari 3,5 kali lipat dibandingkan aluminium, sehingga penggunaan aluminium dapat menawarkan keuntungan ekonomi yang signifikan.
China juga sudah menjadi pemain utama dalam pasar aluminium global. Negara ini mengimpor sekitar 60% dari kebutuhan aluminium, dan perusahaan-perusahaan China telah mengakuisisi lebih dari 8 miliar ton bauksit asing, yang mencakup lebih dari seperempat total cadangan bauksit dunia. Bauksit ini kemudian diolah menjadi alumina, bahan dasar untuk produksi aluminium.
Mendorong Konsolidasi Industri dan Pengembangan Kapasitas Peleburan
Dalam upaya memperkuat posisi industri tembaga domestik, Ge Honglin juga menyerukan adanya konsolidasi industri melalui merger dan reorganisasi kapasitas peleburan tembaga. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan daya tawar perusahaan-perusahaan China dalam membeli konsentrat tembaga dan menghadapi tantangan pasokan yang semakin ketat.
Menghadapi Masa Depan Industri Tembaga
Dengan tantangan yang terus meningkat di sektor tembaga global, China mulai mengalihkan perhatian ke pengelolaan sumber daya yang lebih efisien, termasuk penggunaan tembaga daur ulang dan substitusi aluminium. Meskipun pasar tembaga menghadapi ketidakpastian, langkah-langkah strategis ini memberikan harapan untuk mengurangi ketergantungan pada pasokan tembaga mentah dan membuka jalan bagi keberlanjutan jangka panjang industri logam di China. (zan)