JagatBisnis.com – Maskapai nasional Australia, Qantas Airways (QAN.AX), menjadi korban serangan siber berskala besar yang mengekspos data pribadi sekitar 6 juta pelanggan. Insiden ini menjadi salah satu kebocoran data terbesar dalam sejarah Australia, menyusul kasus serupa yang pernah menimpa Optus dan Medibank pada 2022.
Akses Ilegal Melalui Layanan Pihak Ketiga
Dalam pernyataan resmi yang dirilis Rabu (2/7), Qantas menjelaskan bahwa pelanggaran terjadi melalui sistem layanan pelanggan milik pihak ketiga yang digunakan oleh pusat panggilan (call center). Dari serangan ini, peretas berhasil memperoleh akses ke data pelanggan seperti:
-
Nama lengkap
-
Alamat email
-
Nomor telepon
-
Tanggal lahir
-
Nomor keanggotaan Frequent Flyer
Meski demikian, Qantas menegaskan bahwa tidak ada kata sandi, PIN, atau data login yang bocor, serta akun Frequent Flyer tetap aman. Operasional penerbangan juga diklaim tidak terganggu.
Investigasi Masih Berlangsung
Qantas belum mengungkapkan lokasi pusat panggilan yang terdampak maupun rincian wilayah pelanggan yang terkena dampak. Namun, maskapai menyatakan telah mendeteksi aktivitas mencurigakan dan segera mengambil langkah mitigasi, termasuk membatasi akses sistem dan melaporkan kejadian ini ke:
-
Australian Cyber Security Centre (ACSC)
-
Australian Federal Police (AFP)
-
Office of the Australian Information Commissioner (OAIC)
“Kami memperkirakan jumlah data yang dicuri cukup signifikan,” ungkap perwakilan Qantas dalam keterangan tertulis.
Dugaan Keterlibatan Kelompok Scattered Spider
Meski belum ada konfirmasi resmi mengenai pelaku, pakar keamanan siber Mark Thomas dari Arctic Wolf menyebutkan bahwa pola serangan ini mirip dengan teknik Scattered Spider—kelompok peretas terkenal yang kerap menyamar sebagai staf IT untuk mencuri kredensial karyawan. FBI sebelumnya telah memperingatkan bahwa kelompok ini sedang mengincar maskapai global, termasuk Hawaiian Airlines dan WestJet Kanada.
“Serangan semacam ini dilakukan secara sistematis dan menyasar industri dengan data bernilai tinggi,” jelas Thomas.
Pukulan Tambahan bagi Reputasi Qantas
Insiden ini datang di saat Qantas tengah berjuang memulihkan citranya setelah serangkaian skandal, di antaranya:
-
PHK ilegal terhadap ribuan pekerja saat pandemi
-
Penjualan tiket untuk penerbangan yang telah dibatalkan
-
Dugaan pelobi pemerintah untuk membatasi kompetitor seperti Qatar Airways
CEO Qantas, Vanessa Hudson, yang menjabat sejak 2023, menyampaikan permintaan maaf dan berkomitmen untuk transparan. “Kami menyadari bahwa pelanggan mempercayakan informasi pribadi mereka kepada kami. Kepercayaan ini sangat kami hargai,” ujarnya.
Harga Saham Tertekan
Tak hanya reputasi, kepercayaan investor juga terganggu. Saham Qantas tercatat turun 2,4% pada hari pengumuman insiden, berbanding terbalik dengan kenaikan 0,8% indeks pasar Australia secara keseluruhan. (Mhd)