Tantangan dan Peluang Program Biodiesel B40 di Indonesia

Tantangan dan Peluang Program Biodiesel B40 di Indonesia. foto dok gapki.id

JagatBisnis.com – Program biodiesel B40 akan resmi diterapkan mulai 1 Januari 2025, namun terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi sebelum implementasi penuh. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI), Eddy Martono, mengungkapkan bahwa meskipun produksi minyak sawit mentah (CPO) dalam negeri dapat memenuhi kebutuhan, ada isu yang harus diatasi terkait pengalihan kuota ekspor dan dampak kebijakan yang ada.

Ketersediaan dan Kebutuhan CPO

Eddy mencatat bahwa kebutuhan untuk program B35 sekitar 12 juta ton CPO per tahun, sedangkan untuk B40 sekitar 14 juta ton per tahun. Produksi CPO diharapkan tetap stabil di angka 50 juta ton pada akhir 2024. Meskipun kebutuhan untuk B40 dapat dipenuhi, akan ada pengorbanan kuota ekspor sekitar 2 juta ton. Jika program diperluas menjadi B50, pengurangan kuota ekspor bisa mencapai 6 juta ton, dan B60 dapat menurun hingga 10 juta ton.

Baca Juga :   Airlangga Hartarto Diperiksa Kejagung soal Kasus CPO

Dampak Kebijakan dan Kesiapan Sektor

Edi Suhardi, Ketua Bidang Kampanye Positif GAPKI, menyatakan dukungan untuk program biodiesel yang merupakan bagian dari agenda pemerintah, tetapi meminta evaluasi jangka panjang terhadap dampak kebijakan ini pada industri sawit. Kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) yang ada untuk mengontrol harga minyak goreng, ditambah dengan mandatori biodiesel, akan memberi beban tambahan pada industri sawit.

Baca Juga :   Mendag Berharap Ekspor Melalui Bursa Berjangka Menjadi Patokan Harga CPO

“Program untuk B50 perlu dikaji kembali, terutama terkait kesiapan bahan baku,” ujarnya. Edi khawatir adanya dampak yang belum terukur yang dapat muncul dari pembatasan ekspor dan kebijakan lainnya.

Tantangan Peraturan EUDR

Industri sawit Indonesia juga dihadapkan pada Peraturan Bebas Deforestasi Uni Eropa (EUDR). Meski penerapan peraturan ini diundur satu tahun, tantangan untuk memenuhi standar tetap ada. Muhammad Fauzan Ridha dari Kementerian Pertanian menegaskan bahwa pengalihan kuota ekspor ke pasar domestik membutuhkan pertimbangan matang, terutama karena sebagian besar produk yang diekspor ke Eropa adalah produk turunan, bukan CPO.

Baca Juga :   Gapki Harapkan Perbaikan Tata Kelola Sawit di Era Pemerintahan Prabowo

Kebutuhan Pengelolaan Lahan

Edi juga menggarisbawahi perlunya pemerintah untuk memperjelas pembagian lahan sawit yang dikhususkan untuk memenuhi kebutuhan pangan, energi, dan produk bernilai tambah. “Dengan banyak tuntutan, sawit perlu dijadikan komoditas strategis,” katanya, sambil menekankan pentingnya memanfaatkan lahan sawit terdegradasi yang memiliki potensi untuk pengembangan.

Kesimpulan

Meskipun ada potensi untuk memenuhi kebutuhan biodiesel melalui program B40, tantangan seperti pengalihan kuota ekspor, dampak kebijakan, dan kepatuhan terhadap regulasi internasional harus dikelola dengan hati-hati. Dukungan terhadap pengelolaan lahan dan perencanaan strategis juga penting untuk memastikan keberlanjutan industri sawit di Indonesia. (Zan)