JagatBisnis.com – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa umur cadangan batu bara Indonesia diperkirakan hanya akan bertahan selama 50 hingga 60 tahun ke depan. Proyeksi ini dibuat berdasarkan asumsi bahwa produksi nasional tetap berada di atas angka 500 juta ton per tahun, dan tidak ada penemuan sumber daya baru yang signifikan.
“Kalau produksi per tahun tetap di atas 500 juta ton, maka umur cadangan batu bara kita diperkirakan hanya 50–60 tahun. Kita punya cadangan besar, terutama untuk kalori rendah dan sedang,” ujar Kepala Biro Perencanaan Kementerian ESDM, Hariyanto, dalam peluncuran laporan The Energy Shift Institute (ISI), Selasa (17/6).
Cadangan Besar, Tapi Dominasi Kalori Rendah
Per Desember 2023, total cadangan batu bara nasional tercatat mencapai 31,71 miliar ton, dengan sumber daya sebesar 97,29 miliar ton. Namun, sebagian besar cadangan tersebut merupakan batubara berkalori rendah hingga sedang.
Rincian cadangan per jenis kalori:
-
Kalori rendah:
-
Terkira: 10,9 miliar ton
-
Terbukti: 12,8 miliar ton
-
Total: 23,7 miliar ton
-
-
Kalori sedang:
-
Terkira: 1,5 miliar ton
-
Terbukti: 2,9 miliar ton
-
Total: 4,65 miliar ton
-
-
Kalori tinggi:
-
Terkira: 1,7 miliar ton
-
Terbukti: 1,8 miliar ton
-
Total: 3,55 miliar ton
-
Dominasi batubara berkalori rendah menjadi tantangan tersendiri, terutama karena jenis ini kurang diminati pasar ekspor yang cenderung mencari batubara kalori tinggi dengan nilai energi lebih besar.
Eksplorasi Jalan di Tempat, Regulasi Jadi Penghalang
Di tengah cadangan yang makin menipis, eksplorasi menjadi kunci memperpanjang umur batu bara nasional. Namun sayangnya, kegiatan eksplorasi di Indonesia masih jalan di tempat.
Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA), Hendra Sinadia, menjelaskan bahwa rasio keberhasilan eksplorasi tambang secara global hanya sekitar 5%. Di Indonesia, angka ini bahkan lebih rendah: hanya 2,5% hingga 3%.
“Kalau eksplorasi butuh US$100 juta, kemungkinan suksesnya hanya 5%. Di Indonesia, karena banyak aturan seperti divestasi dan izin kehutanan, success ratio-nya lebih rendah dari rata-rata global,” kata Hendra.
Investasi Asing Melemah, Butuh Evaluasi Regulasi
Hendra juga menyoroti minimnya minat investasi asing di sektor eksplorasi batubara nasional. Padahal, menurutnya, dana besar dari luar negeri sangat dibutuhkan untuk mendorong penemuan cadangan baru.
“Kebanyakan eksplorasi dari pemain lokal, itu kecil sekali. Karena tidak ada investasi baru, eksplorasi pun turun. Maka perlu evaluasi kebijakan dan perizinan untuk mendorong eksplorasi,” tegasnya.
Dengan tren produksi tinggi dan eksplorasi yang stagnan, masa depan batu bara Indonesia kini berada di persimpangan jalan. (Mhd)