JagatBisnis.com – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyusun peta jalan (roadmap) untuk pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sebagai bagian dari upaya mempercepat transisi ke energi terbarukan. Langkah ini sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 yang menargetkan pengurangan emisi karbon dalam sektor tenaga listrik.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, mengungkapkan bahwa roadmap ini akan didasarkan pada kriteria yang tercantum dalam Perpres 112. “Untuk PLTU, kita perlu menyusun roadmap berdasarkan kriteria yang ada, seperti pengurangan emisi. Kami ditargetkan untuk menyelesaikan ini pada September. Meskipun ada permintaan dari Kementerian Kemaritiman dan Investasi untuk dua minggu, saya meminta melibatkan Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun),” kata Eniya pada Kamis (22/8).
Roadmap ini akan menentukan PLTU mana yang akan dipensiunkan sebelum dan sesudah 2030. Saat ini, sebanyak 13 PLTU dengan total kapasitas 4,8 GW yang seluruhnya dimiliki oleh PLN, ditargetkan untuk pensiun dini sebelum 2030.
Kriteria yang digunakan untuk menentukan PLTU mana yang akan dipensiunkan termasuk tingkat emisi dan usia PLTU. Eniya menegaskan pentingnya mempersiapkan pengganti yang sesuai dan memastikan bahwa emisi dari PLTU yang dipensiunkan memenuhi kriteria untuk dihapuskan. “Mempensiunkan PLTU tidaklah mudah; kami perlu mempersiapkan penggantinya dan memastikan emisinya memenuhi kriteria,” tambah Eniya.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, menjelaskan bahwa program pensiun dini PLTU juga mempertimbangkan aspek keekonomian. “Kriteria dalam Perpres 112 termasuk umur, kinerja, efisiensi, dan produktivitas. Kami sudah memiliki daftar PLTU yang akan dipensiunkan berdasarkan kriteria tersebut,” ungkap Dadan di sela-sela acara The 2nd Asia Zero Emission Community (AZEC) di Jakarta pada Rabu (21/8).
Pemerintah berupaya untuk meminimalkan dampak ekonomi dari pensiun dini PLTU, seperti potensi kenaikan biaya pokok penyediaan listrik (BPP) dan kekurangan pasokan listrik. Dadan menekankan pentingnya dukungan dari berbagai pihak untuk memastikan transisi ini berjalan lancar tanpa menimbulkan masalah ekonomi. “Kami terus mencari dukungan untuk memastikan bahwa pensiun dini PLTU tidak menyebabkan BPP naik, kekurangan listrik, atau beban keuangan tambahan bagi pemerintah,” lanjutnya.
Saat ini, pemerintah belum menentukan jadwal pasti untuk pensiun dini setiap PLTU, karena keputusan tersebut akan didasarkan pada pertimbangan keekonomian dan kepatuhan terhadap Perpres. Program ini merupakan bagian dari komitmen bersama untuk mengurangi emisi karbon dan mendorong penggunaan energi terbarukan di Indonesia. (Mhd)