JagatBisnis.com – Dalam upaya meningkatkan daya saing investasi di sektor hulu minyak dan gas bumi (migas), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2024. Aturan baru ini, yang berlaku sejak 12 Agustus 2024, memperkenalkan skema kontrak bagi hasil gross split yang lebih sederhana dan fleksibel untuk industri hulu migas.
Aturan ini dirancang untuk menarik lebih banyak investor ke sektor hulu migas dengan menyederhanakan komponen variabel dan progresif dalam perhitungan bagi hasil. Jumlah komponen variabel kini dikurangi dari 10 menjadi 3, yaitu jumlah cadangan, lokasi lapangan, dan ketersediaan infrastruktur. Sementara itu, komponen progresif disederhanakan dari 3 menjadi 2, yaitu harga minyak bumi dan harga gas bumi.
Penyesuaian Persentase Bagi Hasil
Peraturan ini juga memberikan fleksibilitas bagi pemerintah untuk menyesuaikan persentase bagi hasil antara kontraktor dan negara. Berdasarkan Pasal 11, Menteri ESDM dapat memberikan tambahan persentase bagi hasil kepada kontraktor jika perhitungan komersialisasi lapangan tidak mencapai nilai keekonomian proyek. Sebaliknya, jika komersialisasi melebihi nilai keekonomian yang wajar, negara dapat memperoleh tambahan persentase bagi hasil.
Tambahan persentase ini dapat diberikan pada berbagai tahap pengembangan lapangan, termasuk persetujuan rencana pengembangan lapangan pertama (PoD I), perubahan PoD I, persetujuan atau perubahan PoD II, serta perpanjangan kontrak kerja sama.
Fokus pada Pengembangan Migas Nonkonvensional
Aturan baru ini juga memberikan perhatian khusus pada pengembangan migas nonkonvensional (MNK), dengan memberikan porsi bagi hasil hingga 95% kepada kontraktor, terutama untuk wilayah kerja yang produksinya sangat marginal. Langkah ini diharapkan dapat mendorong eksplorasi dan produksi migas nonkonvensional, yang dianggap sebagai potensi besar bagi masa depan industri migas Indonesia.
Respon Praktisi dan Pengamat
Praktisi migas, Hadi Ismoyo, menyambut baik aturan baru ini. Menurutnya, dengan penurunan produksi minyak Indonesia dalam 10 tahun terakhir, pemerintah perlu membuat skema kontrak yang menarik bagi investor. Simplifikasi yang dihadirkan oleh aturan baru ini, menurut Hadi, diharapkan dapat menarik lebih banyak investor ke Indonesia.
Pengamat migas dan mantan Presiden Indonesian Petroleum Association (IPA), Tumbur Parlindungan, juga mengungkapkan optimismenya. Menurutnya, perbaikan dalam skema gross split ini dapat meningkatkan daya tarik investasi di sektor migas, meskipun setiap investor memiliki preferensi dan risiko yang berbeda.
Pendapat Mengenai Fleksibilitas Skema
Sementara itu, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, menilai bahwa pemerintah sebaiknya memberikan fleksibilitas kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk memilih antara skema gross split atau kembali ke skema cost recovery. Menurut Komaidi, tujuan utama adalah memastikan adanya pengusahaan dan produksi migas, bukan memaksakan satu skema tertentu.
Dengan terbitnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2024 ini, pemerintah berharap dapat menciptakan iklim investasi yang lebih kompetitif dan menarik di sektor hulu migas, sekaligus memastikan keberlanjutan produksi migas di Indonesia. (Mhd)