BP2MI Sebut PMI tak Melulu Pekerja Informal
jagatbisnis.com – Badan Perlindungan dan Penempatan Migran Indonesia (BP2MI) terus menekan angka pekerja migran Indonesia (PMI) non prosedural. Data PMI di luar negeri mencapai 9 juta PMI bekerja di luar negeri. Namun hanya 3,6 juta PMI yang terdata di BP2MI.
“Artinya ada 5,4 juta PMI non prosedural atau ilegal. Dan ini menjadi perhatian kami,” ujar Pranata Humas Ahli Madya, Dina Lutfia saat diskusi sosialisasi penempatan dan perlindungan pekerja migran Indonesia bersama PT Indonesia Digital Pos (IDP) di Tangerang, Senin (10/6/2024).
Berangkat dari sana, menurutnya, muncul berbagai masalah kepada pahlawan devisa di luar negeri. Dari kasus kekerasan fisik, human traffiking hingga gaji tak dibayarkan.
“Jadi stigma PMI selama ini apa? Ya penyiksaan, gaji tidak dibayar dan lainnya,” katanya.
Ia menjelaskan, PMI memiliki banyak bidang. Dari manufakturing hingga awak kapal (pelaut). “Jadi PMI (dulu tenaga kerja Indonesia/TKI) itu bukan hanya asisten rumah tangga saja,” ungkapnya.
Tentu untuk menjadi PMI prosedural, menurut Dina, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi calon pekerja migran Indonesia (CPMI). Di antaranya usia di atas 18 tahun, memiliki kompetensi, melengkapi dokumen administrasi hingga sertifikat kompetensi kerja.
“Kami di BP2MI memastikan perlindungan bagi PMI dari mulai sebelum, saat bekerja hingga purna,” terangnya.
Lebih jauh ia mengungkapkan, untuk memangkas angka PMI non prosedural, BP2MI bekerja sama dengan pemerintah daerah (Pemda). Salah satunya dengan pemerintah daerah yang menjadi kantong-kantong PMI.
“Kantong PMI tertinggi dari Jawa Timur disusul Jawa Barat,” ungkapnya.
“Dan Malaysia menjadi tujuan PMI tertinggi disusul berikutnya Korsel dan Taiwan,” imbuhnya.
Ia menambahkan, PMI menjadi penghasilan negara tertinggi kedua setelah sektor minyak dan gas (Migas). Nilai devisa negara dari PMI mencapai Rp159,6 triliun, sementara sektor migas mencapai Rp170 triliun.
Di tempat yang sama, Direktur Konten PT Indonesia Digital Pos (IDP) Juni Armanto menuturkan, stigma negatif pekerja migran Indonesia (PMI) menjadi tantangan bagi mahasiswa ke depan. Salah satunya harus memiliki kompetensi unggul di bidangnya.
“Apa yang mahasiswa ketahui tentang PMI? Ya penyiksaan, gaji tidak dibayar hingga human traffiking,” ujar Juni Armanto.
Menurut Juni, selain bekal skill dan kompetensi, calon pekerja migran Indonesia (CPMI) harus memiliki keberanian untuk bekerja di luar negeri. Dengan demikian, peran para mahasiswa tersebut akan menekan angka PMI non prosedural.
“Mahasiswa harus punya keberanian untuk bekerja ke luar negeri,” katanya.
“Yang terpenting lagi bahasa harus menjadi perhatian. Karena itu menjadi sarana penting bekerja di luar negeri,” imbuhnya.
Tak sekedar bekerja menjadi PMI, dikatakan Juni, CPMI bisa mengeksplor kultur dan budaya negara penempatan dalam bentuk konten media sosial (Medsos). Tak sedikit, PMI saat purna menjadi selebgram.
“Eksplor budaya untuk konten bisa dilakukan saat libur bekerja. Tak heran, PMI kita pulang menjadi selebgram,” ungkapnya.
Lebih jauh ia mengungkapkan, isu PMI itu seksi di mata jurnalistik. Sebab, setiap kasus PMI memiliki nilai jual di masyarakat.
“Tidak kita pungkiri PMI ya kasus penganiayaan, human traffiking hingga gaji tak dibayarkan,” ucapnya.
Namun, lanjut dia, berangkat dari kasus PMI, jangan mengendorkan semangat calon pekerja migran Indonesia. Karena, media sosial (Medsos) saat ini sangat membantu untuk mencari perlindungan.
“Banyak kasus PMI, mereka menggunakan medsos untuk mencari pertolongan,” terangnya.
“Dan itu terbukti, sejumlah kasus jadi perhatian para netizen dan mendapat perhatian pemerintah,” imbuhnya.