JagatBisnis.com, Jakarta – Keputusan kontroversial terkait penghapusan kelas pada Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tengah memicu kekhawatiran serius di kalangan masyarakat dan pelaku industri kesehatan. BPJS Watch, sebuah lembaga pengawas independen, memperingatkan bahwa langkah ini bisa membawa dampak signifikan, termasuk meningkatnya jumlah peserta yang menunggak pembayaran dan potensi pemutusan kontrak oleh rumah sakit.
Menurut Timboel Siregar, Koordinator BPJS Watch, kebijakan ini berisiko menambah beban finansial peserta JKN yang selama ini terbagi dalam berbagai kelas berdasarkan kemampuan bayar mereka. “Jika kelas dihapus dan tarif disamaratakan, banyak peserta yang mungkin tidak mampu membayar iuran yang lebih tinggi, sehingga angka tunggakan berpotensi melonjak tajam,” ujar Timboel dalam sebuah pernyataan.
Selain itu, rumah sakit yang selama ini menjadi mitra utama BPJS Kesehatan juga menyuarakan kekhawatiran mereka. “Penghapusan kelas JKN bisa berdampak pada penyesuaian tarif layanan yang harus disediakan rumah sakit, sementara pendapatan dari BPJS tidak menutup biaya operasional. Ini bisa membuat rumah sakit mempertimbangkan ulang kontrak mereka dengan BPJS,” kata seorang direktur rumah sakit swasta yang enggan disebutkan namanya.
Seiring dengan meningkatnya tunggakan, rumah sakit yang bergantung pada pembayaran dari BPJS Kesehatan bisa mengalami kesulitan keuangan, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi kualitas layanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat. Kekhawatiran ini semakin diperkuat dengan data yang menunjukkan bahwa rumah sakit di berbagai daerah sudah menghadapi tantangan finansial akibat keterlambatan pembayaran klaim dari BPJS.
BPJS Watch mendesak pemerintah dan BPJS Kesehatan untuk mempertimbangkan ulang kebijakan ini dan mencari solusi alternatif yang lebih berimbang. Mereka mengusulkan peninjauan kembali struktur tarif dan mempertimbangkan pemberian subsidi bagi peserta yang kurang mampu agar tetap dapat mengakses layanan kesehatan tanpa terbebani iuran yang lebih tinggi.
Reaksi dari masyarakat pun beragam. Beberapa peserta JKN menyatakan kekhawatiran mereka terhadap kemampuan untuk tetap mendapatkan layanan kesehatan yang memadai jika tarif iuran meningkat. “Kalau iuran naik, saya tidak tahu apakah masih bisa membayar tiap bulan. Kesehatan kami taruhannya,” ujar Rina, seorang pekerja lepas di Jakarta.
Di tengah polemik ini, harapan tertuju pada dialog konstruktif antara pemerintah, BPJS Kesehatan, dan pemangku kepentingan lainnya untuk menemukan solusi yang tidak hanya menjaga keberlanjutan program JKN, tetapi juga memastikan akses layanan kesehatan yang adil dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat.
(tia)