Wacana Kenaikan PPN 2025: Pil Pahit Bagi Konsumen di Tengah Harga Mahal

Pelanggan belanja harga spesial di Superindo.

JagatBisnis.com –  Wacana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% di tahun 2025 menuai beragam reaksi. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menilai wacana ini sebagai pil pahit bagi konsumen di tengah kondisi harga kebutuhan pokok yang sedang tinggi.

“Kenaikan PPN akan memperberat beban konsumen, terutama bagi masyarakat miskin dan kelas menengah,” kata Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (14/3).

Tulus menjelaskan, kenaikan PPN akan berdampak pada:

Baca Juga :   Wacana Pajak Hiburan Naik, Asosiasi Pusat Belanja Khawatir Daya Beli Konsumen Menurun

Kenaikan harga barang dan jasa: Kenaikan PPN akan diteruskan kepada konsumen dalam bentuk kenaikan harga.
Penurunan daya beli masyarakat: Kenaikan harga akan membuat daya beli masyarakat semakin turun, terutama bagi mereka yang berpenghasilan rendah.
Peningkatan inflasi: Kenaikan PPN dapat mendorong inflasi, yang akan memperburuk kondisi ekonomi.
YLKI mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan kembali wacana kenaikan PPN ini.

Baca Juga :   Harga Rumah Makin Mahal, Karyawan UMR Jakarta Bisa Beli Rumah?

“Pemerintah perlu mencari alternatif sumber pendapatan negara yang tidak membebani rakyat,” kata Tulus.

Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa kenaikan PPN diperlukan untuk:

Meningkatkan pendapatan negara: Kenaikan PPN diharapkan dapat menambah pendapatan negara untuk membiayai berbagai program pembangunan.
Menjaga keseimbangan fiskal: Kenaikan PPN diperlukan untuk menjaga keseimbangan antara pendapatan dan belanja negara.
Meningkatkan keadilan: Kenaikan PPN diharapkan dapat meningkatkan keadilan dalam sistem perpajakan.
Pemerintah masih terus mengkaji wacana kenaikan PPN ini. Keputusan final akan diambil setelah mempertimbangkan berbagai masukan dari berbagai pihak.

Baca Juga :   Beras Langka dan Mahal, Kenapa?

(tia)

MIXADVERT JASAPRO