JagatBisnis.com – Indonesia terus melakukan impor senjata meskipun Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah beberapa kali mengingatkan kementerian dan lembaga untuk menghentikan praktik tersebut. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa impor senjata dengan kode HS93 masih terus berlangsung. Data BPS mengungkapkan bahwa beberapa kelompok senjata telah diimpor dalam periode Januari hingga Juli.
Pertama, senjata militer selain revolver dan pistol dengan kode HS 93019000 mengalami impor senilai USD 143.812. Meskipun pada Maret dan Juni 2023 tidak ada impor dalam kelompok ini.
Kedua, kelompok senjata seperti bom, granat, torpedo, mines, rudal, dan amunisi perang lainnya dengan kode HS 93069010. Impor kelompok ini mencapai USD 7,16 juta pada Juli, mengalami penurunan dari USD 14,33 juta pada bulan sebelumnya.
Kelompok ketiga, amunisi hingga peluru dengan kode HS 93069090 mengalami impor senilai total USD 17,24 juta pada Januari hingga Juli.
Keempat, alat utama sistem persenjataan (alutsista) jenis shotgun cartridges dengan impor senilai USD 11,21 juta.
Kelima, kelompok spring or gas guns and pistols, excluding arms of heading dengan kode 9307. Impor kelompok ini mencapai USD 7,20 juta selama periode Januari-Juli 2023.
Keenam, kelompok alutsista jenis lainnya. Impor kelompok ini secara kumulatif mencapai USD 26,2 juta sejak Januari hingga Juli 2023.
Jika dilihat dari asal pemasok senjata, Korea Selatan merupakan penyedia utama dengan nilai impor mencapai USD 25 juta. Sejak Januari hingga Juli, Indonesia secara konsisten melakukan impor senjata dari Korea Selatan.
Meskipun Presiden Jokowi telah beberapa kali menekankan pentingnya mendukung produk dalam negeri daripada melakukan impor, impor senjata di Indonesia masih berlangsung. Jokowi mengutip beberapa contoh, seperti impor peluru dan sepatu untuk aparat dalam negeri, sementara Indonesia sebenarnya telah memiliki kemampuan untuk memproduksi kedua produk tersebut secara mandiri.
Presiden Jokowi juga menyoroti bahwa Indonesia seharusnya lebih mengutamakan produksi dalam negeri, terutama dalam hal kebutuhan aparat dan pertahanan. Ia menegaskan bahwa impor senjata, terutama untuk produk sederhana seperti sepatu dan peluru, seharusnya dapat dihindari. Jokowi juga memahami bahwa impor senjata canggih seperti kapal selam atau pesawat jet masih dibutuhkan, namun ia menekankan pentingnya memaksimalkan produksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
(tia)