Kini Giliran Komunitas yang Protes Penyetaraan Rokok Sebagai Narkotika

JagatBisnis.comSetelah beberapa waktu lalu Kemendag yang bersuara mengenai penolakan penyetaraan rokok sebagai narkotika dalam Rancangan Undang-Undang Kesehatan

Komunitas Kretek menilai Rancangan Undang-Undang atau RUU Kesehatan yang saat ini disusun secara omnibus law tidak transparan dan bisa merugikan petani serta industri hasil tembakau atau rokok.

Juru Bicara Komunitas Kretek, Siti Fatona, menyebutkan bahwa Pasal 154 RUU Kesehatan yang menyetarakan tembakau dengan narkotika dan psikotropika sebagai zat adiktif tidak tepat.

“Undang-Undang lama masih relevan dan tidak ada urgensi dibuatnya aturan Omnibus Law. Aturan soal tembakau di undang-undang yang lama serta beragam aturan lainnya, sudah sangat komprehensif dan tidak perlu ditambah-tambahkan secara sewenang-wenang,” ujar Siti dalam keterangannya, Kamis (18/5).

Baca Juga :   Meski Tertimpa Pohon, Seorang Kakek di Makassar Tetap Bisa Merokok 

Pasal 154 dalam RUU Kesehatan merupakan perubahan dari Pasal 113 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang membahas terkait Pengamanan Zat Adiktif.
Dalam Pasal 113 UU 36/2009, yang dimaksud sebagai zat adiktif adalah tembakau dan produk yang mengandung tembakau. Sementara, narkotika dan psikotropika diatur dalam undang-undang berbeda yang tidak termasuk dalam UU Kesehatan yang masih berlaku.

Baca Juga :   Studi: Tak Punya Teman dan Merokok Bisa Perpendek Umur hingga 8 Tahun

Namun, dalam RUU Omnibus Kesehatan yang tengah menjadi pembahasan, barang yang diklasifikasikan sebagai zat adiktif bertambah menjadi tembakau, minuman beralkohol, narkotika, psikotropika dan hasil pengolahan zat adiktif lainnya,” jelasnya.

Menurut dia, terdapat perbedaan legalitas antara tembakau dengan narkotika dan psikotropika, di mana tembakau dan produk turunannya merupakan barang yang legal secara hukum. Sementara narkotika dan psikotropika tergolong ilegal.

Baca Juga :   Meski Tertimpa Pohon, Seorang Kakek di Makassar Tetap Bisa Merokok 

Selain pasal 154, Siti juga menyoroti sejumlah pasal yang berpotensi berbahaya dalam RUU Kesehatan. Salah satunya Pasal 156, yang mengatur terkait standardisasi kemasan bagi produk tembakau, khususnya akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Menteri Kesehatan.

“Dalam draf dan daftar inventarisasi masalah yang tersebar, terlihat Kementerian Kesehatan ingin jadi penguasa tunggal isu tembakau di Indonesia karena itu mereka memasukkan ayat yang inkonstitusional, yakni membuat perihal teknis ke dalam undang-undang,” tutupnya (den)

MIXADVERT JASAPRO