RUU Kesehatan Menyamakan Rokok Dengan Narkotika Menperin Protes

JagatBisnis.comRokok yang sejatinya berasal dari hasil olahan tembakau saat ini didalam RUU Kesehatan di samakan dengan hasil olahan narkotika karena mempunyai zat ketergantungan terhadap penikmatnya.

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan sikap Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terhadap RUU Kesehatan yang saat ini sedang dibahas.
Dalam RUU Kesehatan, hasil tembakau atau rokok disejajarkan dengan narkotika dan zat psikotropika ilegal.

Penjabaran mengenai itu tertuang dalam Pasal 154 ayat (3) bahwa zat adiktif dapat berupa:

a. narkotika;
b. psikotropika;
c. minuman beralkohol;
d. hasil tembakau; dan
e. hasil pengolahan zat adiktif lainnya.

“Kami keberatan. Kami sudah terus terang,” kata Agus saat ditemui di Kantor Kemenperin, Rabu (10/5).

Baca Juga :   Warga Antusias Vaksinasi Booster di Kawasan Industri PT JIEP Berlangsung hingga 23 Maret 2022

Ditemui pada kesempatan yang sama, Dirjen Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika mengatakan secara resmi Kemenperin memang belum melayangkan surat resmi atas keberatan tersebut. Namun Kemenperin sedang melakukan pembahasan mengenai persoalan itu.

Putu mengatakan, bila poin tembakau dan narkotika dalam RUU Kesehatan itu tak diubah, dikhawatirkan akan ada salah persepsi masyarakat. “Dan yang kedua mungkin nanti di pengaturan-pengaturan yang nanti coba mengawasi itu,” kata Putu.

Putu juga menuturkan, jika RUU Kesehatan itu diterapkan dikhawatirkan akan mengganggu keberlangsungan industri tembakau. “Ini kita lakukan kajian-kajian yang menguatkan bahwa itu tidak baik. Dan juga menganjurkan bagaimana pengelompokkan yang bagus,” pungkas Putu.

Baca Juga :   Baru 30 Ribuan Unit, Produksi Kendaraan Listrik Indonesia Ditarget 4 Juta Unit di 2035

Sebelumnya, Ketua Umum Forum Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (FSP-RTMM), Sudarto, mengatakan RUU Kesehatan dapat mengancam keberlangsungan industri rokok. Sehingga ia khawatir, hal ini juga akan berimbas ke para petani, yang selama ini menyuplai bahan baku ke pabrik rokok.

“Buruh di pabrik rokok itu, penerimaan upahnya berdasarkan satuan hasil. Kalau pasarnya turun, penghasilannya juga pasti akan turun. Tentu ini akan sangat memberatkan para pekerja di sektor ini.” ujar Sudarto dalam keterangannya, Sabtu (15/4).

Baca Juga :   Minyakita Langka dan Mahal, KPPU Bakal Panggil Kemendag dan Kemenperin

Sementara, Dewan Pakar Syarikat Islam, Firdaus Syam, berpendapat tembakau dalam RUU Kesehatan dapat saja menyesuaikan pada aturan yang telah ada, sehingga pemerintah tidak perlu membuat kebijakan baru.

“Jadi tiba-tiba muncul keheranan ada apa. Kok telah ada peraturan pengelolaan tembakau, namun muncul RUU yang isinya justru berbeda .

Siapa yang punya kepentingan? Apa ada faktor tekanan dari negara lain karena tidak punya pertanian tembakau?” kata Firdaus.

Ia menuturkan, hasil tembakau dan olahannya telah banyak memberikan andil ke penerimaan negara melalui cukai rokok. Jika nantinya RUU tersebut disahkan, hal ini dikhawatirkan juga berdampak ke penerimaan. (den)

MIXADVERT JASAPRO