Tarik Ulur RUU Kesehatan dan Pengusaha Tembakau

JagatBisnis.com –  Para penikmat zat nikotin yang bersumber dari rokok saat ini masih bisa menikmati rokok dengan nyaman dan para pengusaha dan petani tembakau masih dapat panen dengan tenang karena Rancangan Undang-Undang Kesehatan masih di matangkan terus, dikarenakan berhubungan dengan nasib para pabrik rokok.

Para petani tembakau berharap Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan yang saat ini masih digodok pemerintah dan DPR tidak membebani industri hasil tembakau atau rokok.

Ketua Umum Forum Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman (FSP-RTMM), Sudarto, mengatakan aturan tersebut mengancam keberlangsungan industri rokok. Sehingga ia khawatir, hal ini juga akan berimbas ke para petani, yang selama ini menyuplai bahan baku ke pabrik rokok.

“Buruh di pabrik rokok itu, penerimaan upahnya berdasarkan satuan hasil. Kalau pasarnya turun, penghasilannya juga pasti akan turun. Tentu ini akan sangat memberatkan para pekerja di sektor ini.” ujar Sudarto dalam keterangannya, Sabtu (15/4).

Baca Juga :   Raker dengan Menkeu, PKS Soroti Kenaikan Cukai Tembakau Tidak Berdampak pada Kesejahteraan Petani

Dalam RUU Kesehatan, hasil tembakau disejajarkan dengan narkotika dan zat psikotropika ilegal. Penjabaran mengenai itu tertuang dalam Pasal 154 ayat (3) bahwa zat adiktif dapat berupa: a. narkotika; b. psikotropika; c. minuman beralkohol; d. hasil tembakau; dan e. hasil pengolahan zat adiktif lainnya.

Dewan Pakar Syarikat Islam, Firdaus Syam, berpendapat tembakau dalam RUU Kesehatan dapat saja menyesuaikan pada aturan yang telah ada, sehingga pemerintah tidak perlu membuat kebijakan baru.

Jadi tiba-tiba muncul keheranan ada apa. Kok telah ada peraturan pengelolaan tembakau, namun muncul RUU yang isinya justru berbeda . Siapa yang punya kepentingan? Apa ada faktor tekanan dari negara lain karena tidak punya pertanian tembakau?” kata Firdaus.

Baca Juga :   Raker dengan Menkeu, PKS Soroti Kenaikan Cukai Tembakau Tidak Berdampak pada Kesejahteraan Petani

Ia menuturkan, hasil tembakau dan olahannya telah banyak memberikan andil ke penerimaan negara melalui cukai rokok. Jika nantinya RUU tersebut disahkan, hal ini dikhawatirkan juga berdampak ke penerimaan.

Firdaus menuturkan dampak lainnya akan membuat petani tembakau dan pekerja olahannya kehilangan penghasilan yang menciptakan peningkatan angka kemiskinan.

“Bila akhirnya tembakau dan olahannya dianggap sama seperti narkoba, tidak ada yang mau lagi bertani tembakau dan mengolahnya sebab berisiko hukum. Lantas petani tembakau kehilangan pekerjaan,” jelasnya.

Sekjen Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Hananto Wibisono, menilai memposisikan tembakau sejajar dengan kelompok narkotika dan psikotropika rentan mengancam keberlangsungan ekosistem pertembakauan.

Baca Juga :   Raker dengan Menkeu, PKS Soroti Kenaikan Cukai Tembakau Tidak Berdampak pada Kesejahteraan Petani

“Sejak awal elemen ekosistem pertembakauan sebagai bagian dari masyarakat tidak diakomodirnya suaranya untuk memberikan masukan terkait RUU Kesehatan tersebut. RUU Kesehatan ini dibuat dengan sangat eksesif dan diskriminatif terhadap elemen hulu hingga hilir ekosistem pertembakauan,” ujar Hananto Wibisono dalam diskusi media mengawal rancangan regulasi yang eksesif dan diskriminatif terhadap ekosistem pertembakauan, Jakarta, Rabu (12/4).
Hananto mengatakan produktivitas tembakau di Indonesia dilakukan secara legal dan menjadi penopang 6 juta tenaga kerja mulai dari sektor perkebunan, manufaktur, hingga industri kreatif. Selain itu, Hananto mengatakan cukai hasil tembakau atau cukai rokok telah memberikan 11 persen kepada penerimaan APBN negara setiap tahunnya. (den)

MIXADVERT JASAPRO