Kasus Gagal Ginjal Akut Meledak

Ilustrasi pasien gagal ginjal Foto: Halodoc

JagatBisnis.com Pakar Epidemiologi dari Griffith University Australia Dicky Budiman menyebut Kementerian Kesehatan kebobolan dalam kasus gagal ginjal akut pada anak karena konsumsi obat sirop.

Sebab, dia menilai Kementerian Kesehatan memiliki Direktorat Jenderal di bidang pengadaan farmasi dan alat kesehatan yang berfungsi memonitor produksi hingga distribusi obat.

“Sebetulnya yang kebobolan bukan hanya BPOM, tapi juga Kementerian Kesehatan,” kata Dicky pada Jumat (21/10/2022).

Baca Juga :   Menkes Budi: Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak Tembus 241 Orang, 133 Meninggal

“Bahkan ada supervisi di bidang kesediaan farmasi. Jadi, ini ada peran Kementerian Kesehatan di sini,” lanjut dia.

Kemenkes harusnya memonitor produksi obat sehingga tidak ada kasus gagal ginjal akut yang disebabkan oleh jumlah Etliton Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) berlebihan.

Dia menilai kelalaian dalam monitoring produksi obat ini disebabkan oleh kondisi pandemi COVID-19 yang mengakibatkan tingginya permintaan pasar terhadap obat batuk dan penurun demam atau paracetamol.

Baca Juga :   12 Anak di Bandung Alami Gagal Ginjal Misterius

“Umumnya, di masa pandemi ada penurunan mekanisme pengawasan, di tengah kebutuhan pasar yang tinggi terhadap obat batuk dan demam untuk anak sehingga wajar kalau kasus infeksinya menjadi sangat banyak,” tutur Dicky.

Namun, dia menekankan kelalaian dalam monitoring produksi obat ini justru berakibat fatal karena ada kandungan yang melebihi batas aman sehingga mengakibatkan gagal ginjal akut pada anak.

Baca Juga :   Pasien Meninggal Akibat Gagal Ginjal Akut Meningkat jadi 269 Kasus

Diketahui, Kementerian Keshatan dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) hingga 18 Oktober 2022 mengungkapkan ada sekitar 206 kasus anak yang dilaporkan mengalami gagal ginjal akut progresif a-tipikal atau Akute Kidney Injury (AKI). Dari data tersebut, 99 anak atau 48 persen di antaranya meninggal dunia. (tia)

MIXADVERT JASAPRO