Kevalidan Data Penyebaran Wabah PMK Milik Pemerintah Dipertanyakan

JagatBisnis.com – Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) mempertanyakan kevalidan data penyebaran kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang dimiliki oleh pemerintah dengan data real di lapangan. data update penyebaran PMK yang muncul di data resmi milik pemerintah yang dirilis setiap hari melalui website resmi siagapmk.id, tidak ada seperlima dengan data real di lapangan. Karena data update penyebaran PMK yang muncul di data resmi milik pemerintah yang dirilis setiap hari melalui website resmi siagapmk.id, tidak ada seperlima dengan data real di lapangan.

Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Nanang mengatakan, data yang diinput pemerintah ke website resmi berasal dari petugas resmi penanganan PMK. Sementara hewan yang ditangani oleh dokter hewan mandiri, mantri mandiri yang ikut dalam penanganan wabah PMK, jumlahnya sangat banyak. Selain itu, hewan yang diobati peternak juga jumlahnya luar biasa banyak.

“Maka, kami yakin data yang dirilis pemerintah itu ketinggalan atau data realnya jauh melampaui dari data yang ada di website resminya. Apalagi, jumlah data hewan ternak mati karena PMK di lapangan lebih banyak dari data yg ditampilkan pemerintah mencapai 1.774 ekor,” katanya dalam webinar Forwatan 2022 dengan tema “Idul Adha Dibayang-bayang PMK, Amanakah?”, secara virtual, Kamis (30/6/2022).

Baca Juga :   Tekan Penyebaran PMK, Hewan Ternak Wajib Masuk Karantina

Dia menjelaskan, pihaknya sudah pernah mengusulkan ke Kementerian Pertanian (Kementan) agar memiliki data pendamping. Sehingga dengan begitu pemerintah tidak mengacu lewat data informal saja. Tujuannya, ketika mengambil keputusan dalam mengambil tindakan tidak terlambat.

Baca Juga :   14.927 Ekor Hewan Ternak Terpapar PMK di Sumut

“Kalau data sekarang di website’yang terpapar mungkin 200 ribu sekian ekor, tapi mungkin data realnya sudah diatas sejuta. Apalagi, wabah PMK yang menjangkiti hewan ternak sudah menyebar ke 19 provinsi dan 222 kabupaten/kota di Indonesie. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran, sehingga muncul fenomena panic selling di tengah perternak,” terangnya.

Baca Juga :   Program Pengabdian Kampus, Bisa Dialokasikan Tangani Wabah PMK

Bahkan, lanjut dia, banyak peternak menjual hewan ternaknya jauh lebih rendah 15 persen dari harga normal. Padahal, momen Iduladha adalah momen pada saat ditunggu-tunggu oleh para peternak. Belum lagi kalau yang terpapar dan tidak bisa diselamatkan terpaksa harus dipotong paksa. Dipotong paksa itu penurunan harganya luar biasa, sapi yang harga kisarannya sekitar Rp25 juta turun menjadi Rp10 juta, Rp8 juta ini yang membuat benar-benar peternak sangat terpukul,” tutupnya. (eva)

MIXADVERT JASAPRO