Pakar: Itu Syarat yang Tepat Pemudik sudah Vaksin Booster

JagatBisnis.com – Pada libur Lebaran tahun ini, Pemerintah Indonesia memperbolehkan masyarakat untuk mudik. Namun, pemerintah hanya memperbolehkan mudik bagi warga yang telah mendapat vaksin booster atau dosis ketiga.

Penetapan aturan vaksin booster sebagai syarat mudik ini mendapatkan berbagai macam respon dari masyarakat. Banyak masyarakat yang mendukung langkah ini, namun tak sedikit pula yang menolaknya.

Menanggapi hal itu, Prof Dr Bagong Suyanto Drs MSi, guru besar Universitas Airlangga berpendapat, bahwa keputusan tersebut merupakan upaya yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah.

Baca Juga :   Warga Antusias Vaksinasi Booster di Kawasan Industri PT JIEP Berlangsung hingga 23 Maret 2022

Ia menjelaskan, terdapat pola dimana terjadi kenaikan kasus penularan virus COVID-19 pada saat libur panjang.

Menurutnya, langkah pemerintah untuk menerapkan aturan ini menandakan bahwa pemerintah sudah belajar dari kasus-kasus sebelumnya. “Saya kira aturan ini sudah tepat,” jelasnya, Kamis (31/3).

Prof. Bagong menuturkan, bahwa masyarakat merupakan salah satu instrumen yang penting dalam pengendalian angka penularan virus COVID. Di sisi lain, kegiatan mudik merupakan tradisi yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat.

Baca Juga :   Lansia di Bandung Didahulukan untuk Vaksin Booster

“Bagi masyarakat, mudik itu syarat nilai, norma, dan kerinduan akan keluarga,” tuturnya.

Karenanya, pasti akan ada perubahan dalam perilaku masyarakat untuk menyesuaikan dengan aturan ini. “Ada penyiasatan yang dilakukan masyarakat, misalnya dengan mudik lebih awal atau memanfaatkan jalan tikus,” tambahnya.

Meski demikian, ia menyebut, terdapat perbedaan antara mudik tahun 2022 dengan 2021. Perbedaan itu terletak pada keputusan yang diambil pemerintah yang tidak lagi represif terhadap kegiatan mudik.

“Pemerintah justru memfasilitasi (dengan booster) daripada memberi sanksi,” ucapnya.

Baca Juga :   23,5 Juta Pemudik Siap Pulang Kampung ke Jateng

Bentuk fasilitas tersebut ditujukan untuk mencegah mobilisasi yang tidak terkontrol dari masyarakat. “Kendati demikian, pemerintah sepenuhnya menyadari terdapat keterbatasan dalam jumlah vaksin yang beredar di masyarakat. Itu dilema yang dihadapi pemerintah,” imbuhnya.

Ia juga menyadari adanya perbedaan pendapat yang ada di tengah masyarakat dalam menyikapi persoalan. Polaritas masyarakat menjadi salah satu sumber konflik.

“Perbedaan pendapat ini tidak akan ter-eskalasi. Saya kira tidak akan membesar jadi konflik substansial,” tutupnya.(pia)

MIXADVERT JASAPRO