Strategi Pemerintah Tingkatkan Wisman di Masa Pandemi

JagatBisnis.com – Selama pandemi Corona (Covid-19), sektor pariwisata dan ekonomi kreatif ikut terpuruk. Bahkan terjadi penurunan wisatawan mancanegara (wisman) yang berdampak pada devisa dari sekitar 16 jutaaan dengan devisa USD116 juta di tahun 2019. Pada tahun 2020, wisma hanya tinggal 4.080.000 dan devisa sekitar USD 3,54 juta.

Melihat kondisi ini, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) saat ini sedang fokus untuk mengembangkan pariwisata di domestik dan mendorong wisatawan nusantara untuk berwisata ke destinasi super prioritas.

“Penurunan wisman di masa pandemi merupakan hal yang wqjar terjadi. Apalagi, pemerintah menutup akses transportasi ada kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada tahun 2020. Selain itu negara-negara lain juga rata-rata menerapkan kebijakan lockdown. Sehingga secara langsung menutup pintu pariwisata di seluruh dunia,” kata Deputi Bidang Pemasaran Kemenparekraf Nia Niscaya, dalam Webinar bertema “Membangkitkan Optimisme Industri Pariwisata Nusantara”, Kamis (4/3/2021)

Baca Juga :   PSBB Diperketat, OJK Pastikan Industri Jasa Keuangan Tetap Beroperasi

Untuk itu, lanjut Nia, di tahun 2021 ini, pihaknya bersiap-siap untuk memulihkan industri pariwiasata dengan bertumpu pada wisatawan domestik. Makanya, pemerintah terus berupaya menjadikan Indonesia sebagai destinasi wisata utama di Asia Pasifik, dengan meningkatkan dan membangun strategi pemasaran yang lebih baik.

“Bagaimana caranya? Kita melalui quality tourism yang berkualitas. Artinya, mengejar orang yang tinggalnya lebih lama sehingga spendingnya lebih besar dan dari sisi destinasinya super prioritas,” ungkapnya.

Baca Juga :   Senin, Depok Bakal Terapkan PSBB Jawa-Bali

Nia menjelaskan ada tahapan-tahapan dalam melakukan pemasaran yang pertama adalah membangun kepercayaan, kalau Indonesia siap menghadapi new normal. Karena dengan tren sekarang itu bukan destinasinya cukup menarik atau tidak, tetapi poin yang utama bagaimana protokol kesehatan yang diterapkan di tempat wisata itu.

Tahap kedua, kata Nia, adalah soft selling. Setelah memulihkan kepercayaan pasar, pihaknya akan melihat data-data dari sosial media, foto-foto asing yang tersebar di dunia maya, serta dari mitra-mitra di luar negeri untuk
mencari tahu persepsi mereka terkait Indonesia.
Setelah persepsi pasar terkait Indonesia bagus, maka pihaknya akan mulai soft selling dan sekaligus menerapkan tahap ketiga yakni hard selling,” paparnya.

Baca Juga :   Anies Tetapkan PSBB Ketat Jakarta Berlaku Mulai 11-25 Januari

Dia mengakui, memang pemasaran pariwisata sangat tergantung kepada penanganan Covid-19, karena ini persoalan persepsi. Kemudian bicara pemasaran secara hukum regulasi ada pengembangan pasarnya, pengembangan citra, mitra dan promosinya.

“Oleh sebab itu, kita memang harus berinovasi, beradaptasi dan berkolaborasi. Seperti sekarang ini sebetulnya kita sudah melakukan kolaborasi dalam rangka membangun persepsi bahwa Indonesia sudah siap dengan new normal memang tantangannya menegakkan protokol,” tutup Nia. (eva)

MIXADVERT JASAPRO