JagatBisnis.com – Wacana penunjukan PT Timah Tbk (TINS) sebagai penjual tunggal timah dalam negeri mendapat penolakan dari Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI). Ketua Umum AETI, Harwendro Adityo Dewanto, menyebut skema itu berpotensi menimbulkan praktik monopoli, terutama di sektor hulu industri timah nasional.
“Kami kurang setuju karena ini merupakan praktik monopoli. Saat dibahas di DPR, kami sudah mengingatkan agar pelaku usaha swasta tetap diberi ruang,” ujarnya usai RDP dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (14/5).
Perlu Dasar Regulasi yang Jelas
Menurut Harwendro, jika pemerintah tetap mendorong penunjukan TINS sebagai pengendali utama tata niaga timah, maka perlu dilakukan perubahan regulasi, terutama terhadap Permendag yang mengatur ekspor-impor dan tata niaga komoditas timah saat ini.
“Kami fleksibel mengikuti aturan, asal jelas dan adil. Kalau TINS membentuk bursa timah atau jadi perantara utama, tidak masalah selama swasta tetap dilibatkan.”
Permintaan PT Timah: Menjadi Price Maker
Sebelumnya, dalam forum RDP yang sama, Direktur Operasi dan Produksi PT Timah, Nur Adi Kuncoro, menyampaikan permohonan dukungan kepada DPR agar diterbitkan landasan hukum untuk penerapan skema penjualan satu pintu melalui BUMN tersebut.
“Kalau jadi penjual tunggal, kami bisa menjadi penentu harga (price maker) dan berkontribusi lebih besar bagi negara melalui dividen, royalti, dan lainnya.”
Peta Produksi: Swasta Masih Dominan
Data Global Market Outlook 2023 menunjukkan bahwa mayoritas produksi timah Indonesia masih berasal dari sektor swasta, yakni 49.420 MT, sementara PT Timah hanya memproduksi 15.340 MT.
Untuk 2024, total produksi nasional diperkirakan mencapai 45.000 ton, dengan 75% kontribusi dari swasta dan 25% dari PT Timah. (Hky)