JagatBisnis.com – PT Essa Industries Indonesia Tbk (ESSA) menunjukkan prospek kinerja jangka panjang yang solid meskipun ada penurunan pendapatan pada tahun 2024. Analis dari Sinarmas Sekuritas, Kenny Shan, memberikan pandangan positif terhadap perusahaan ini berkat hasil pendapatan yang stabil dan strategi inovatif seperti proyek amonia rendah karbon yang dapat memperkuat posisi ESSA di masa depan.
Pada 2024, ESSA melaporkan pendapatan sebesar US$ 301 juta dan laba bersih sebesar US$ 45,18 juta, yang meskipun mengalami penurunan pada pendapatan (12,62% yoy), laba bersih justru mengalami kenaikan 30,54% yoy. Hal ini berkat penurunan biaya gas yang digunakan dalam produksi amonia, yang menjaga laba kotor tetap tumbuh 5% menjadi US$ 108 juta. Produksi amonia juga tetap stabil, mencapai 732 ribu ton, melebihi utilisasi 100%. Meskipun harga jual rata-rata turun 15% menjadi US$ 350 per ton, pengurangan utang signifikan menjadi kunci dalam peningkatan laba bersih, di mana pinjaman bank menurun hingga 43% yoy.
Kenny Shan juga menggarisbawahi bahwa ESSA memiliki prospek cerah berkat proyek dekarbonisasi yang sedang dijalankan, termasuk inisiatif untuk mengembangkan Amonia Biru dan Carbon Capture & Storage (CCS). Proyek ini bertujuan untuk menangkap 1 juta ton CO2 per tahun yang akan disimpan secara subsurface, dengan fase 2 yang dijadwalkan pada Kuartal III-2025. Proyek ini sejalan dengan komitmen Jepang untuk mengimpor 3 juta ton amonia rendah karbon per tahun pada tahun 2030, memberikan potensi pasar yang besar untuk produk amonia ESSA.
Selain itu, ESSA juga berinvestasi dalam Sustainable Aviation Fuel (SAF) melalui usaha patungan ESSA SAF Makmur yang diharapkan menjadi pabrik SAF pertama di Indonesia pada tahun 2028. Proyek SAF ini menggunakan Minyak Goreng Bekas (UCO) sebagai bahan baku utama untuk menghasilkan bahan bakar bernilai tinggi dan rendah karbon. Ini mencerminkan komitmen perusahaan untuk beradaptasi dengan transisi energi yang lebih hijau dan membuka jalur baru untuk pertumbuhan.
Reggie Parengkuan, analis dari Indo Premier Sekuritas, juga menaikkan peringkat ESSA dari Hold menjadi Buy dengan target harga Rp 1.100 per saham. Reggie mengamati bahwa harga gas alam yang tinggi diperkirakan akan terus mendukung kinerja ESSA, mengingat harga amonia sangat bergantung pada harga gas alam. Kenaikan harga gas alam diperkirakan akan terjadi akibat ketegangan geopolitik dan ketatnya pasokan LNG, yang dapat mendorong harga gas lebih tinggi.
Di sisi lain, Sukarno Alatas dari Reliance Sekuritas melihat bahwa harga gas alam yang tinggi juga dapat mendorong pertumbuhan pendapatan ESSA karena kontribusi amonia yang mencapai 85% dari total pendapatan perusahaan. Sukarno merekomendasikan Buy dengan target harga Rp 700 per saham, sementara Reza Priyambada dari Reliance Sekuritas merekomendasikan Buy dengan target harga Rp 665 per saham.
Meskipun banyak analis yang tetap optimis dengan kinerja ESSA, mereka juga mengingatkan tentang potensi risiko jika harga gas alam kembali turun atau ketegangan geopolitik mereda, seperti kesepakatan damai Rusia-Ukraina yang dapat memperbaiki pasokan gas global.
Secara keseluruhan, ESSA memiliki peluang besar untuk berkembang dalam jangka panjang berkat proyek-proyek strategis seperti amonia rendah karbon, SAF, dan CCS yang sejalan dengan tren transisi energi global. (Zan)