JagatBisnis.com – Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI) mengungkapkan keprihatinan mendalam terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 dan produk turunannya, termasuk Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan. Kebijakan ini dinilai memberatkan industri tembakau dan merugikan para petani.
Penurunan Serapan Tembakau Mencapai 40%
Ketua Umum DPN APTI, Agus Parmuji, menyatakan bahwa regulasi baru ini telah menyebabkan penurunan serapan tembakau hingga 40%. Ia menjelaskan, di tengah musim panen, industri seharusnya berlomba-lomba menyerap hasil panen. Namun, banyak industri yang kini menghentikan pembelian akibat tekanan dari regulasi.
“Selama tiga tahun terakhir, regulasi yang ketat dan kenaikan cukai setiap tahun berdampak pada berkurangnya tanaman tembakau. Lahan yang sebelumnya ditanami tembakau kini tidak lagi terserap oleh industri,” ungkap Agus pada konferensi pers, Selasa (17/9).
Regulasi yang Makin Menekan
Agus menggarisbawahi bahwa PP Nomor 28 merupakan kelanjutan dari kebijakan yang semakin menekan sektor pertanian tembakau. Selain pembatasan regulasi, kenaikan biaya produksi turut menambah beban industri. Kebijakan yang melarang penggunaan bahan aromatik dan penerapan kemasan polos dianggap mengancam keberlangsungan industri kretek, yang selama ini menjadi penyerapan utama tembakau lokal.
Kritik Terhadap Proses Pembuatan Regulasi
Kritik juga diarahkan kepada proses penyusunan regulasi yang dinilai tidak melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Agus menilai ketidaklibatan ini menciptakan ketidakpastian hukum, yang menyebabkan industri menunda pembelian tembakau untuk mengevaluasi dampak dari regulasi.
Penurunan serapan tembakau ini memiliki dampak langsung pada ekonomi petani, dengan banyak lahan yang kini menjadi tidak produktif. Agus menyesalkan Kementerian Kesehatan yang lebih fokus pada aspek kesehatan tanpa mempertimbangkan dampak ekonomi, sosial, dan budaya yang mempengaruhi jutaan orang yang bergantung pada Industri Hasil Tembakau (IHT), termasuk para petani.
Seruan untuk Evaluasi Kebijakan
Agus mendesak pemerintah untuk mengevaluasi kembali kebijakan ini dan melibatkan seluruh pihak terkait dalam proses pembuatannya, agar tidak merugikan sektor tembakau.
“Regulasi ini menjadi ancaman besar bagi kami, petani tembakau. Kami membutuhkan aturan yang adil dan manusiawi agar ekonomi kami bisa tetap berjalan,” tutupnya.
Kesimpulan
Kekhawatiran DPN APTI mencerminkan tantangan besar yang dihadapi sektor pertanian tembakau di Indonesia. Dengan seruan untuk dialog yang lebih inklusif dan evaluasi kebijakan, diharapkan pemerintah dapat menemukan solusi yang seimbang antara kesehatan masyarakat dan keberlangsungan ekonomi petani tembakau. (Hky)