JagatBisnis.com – Keputusan Badan Legislasi (Baleg) DPR untuk mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam revisi Undang-Undang Pilkada memicu gelombang protes di Jakarta dan berbagai daerah. Para pengunjuk rasa menuntut agar DPR RI dan pemerintah menghormati putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang diratifikasi oleh MK.
Aksi Massa Menolak Anulir Putusan MK
Berbagai kelompok dari seluruh Indonesia telah merencanakan aksi unjuk rasa untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka. Di Jakarta, aksi dijadwalkan berlangsung di sekitar Gedung DPR RI dan Istana Merdeka pada Kamis (22/8). Kelompok-kelompok tersebut menggunakan gambar “Peringatan Darurat” dengan Garuda Pancasila berlatar biru gelap sebagai simbol peringatan, yang mengingatkan pada era Orde Baru.
Partai Buruh menjadi salah satu yang pertama mengorganisir aksi, dengan Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengundang ribuan peserta untuk berkumpul di DPR RI pada pukul 10.00 WIB. “Kami menolak sikap Baleg DPR terkait UU Pilkada dan mendukung putusan MK,” kata Said Iqbal.
Selain Partai Buruh, berbagai elemen mahasiswa juga akan turun ke jalan. Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) bersama mahasiswa dari Universitas Trisakti, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Universitas Singaperbangsa Karawang akan menggelar unjuk rasa dengan dresscode baju hitam dan jaket kuning UI, dimulai pukul 09.00 WIB di Gedung DPR RI.
Protes Merambah ke Berbagai Kota
Aksi unjuk rasa tidak hanya terbatas di Jakarta. Berdasarkan informasi dari Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), protes juga akan digelar di 15 kota lainnya. Di Padang, Palembang, Semarang, Yogyakarta, Pontianak, Surabaya, Malang, Palangkaraya, Banjarmasin, Samarinda, Aceh, Bali, Bandung, dan Tasikmalaya, massa akan berkumpul untuk menyuarakan penolakan terhadap langkah DPR RI.
Di Yogyakarta, aksi akan berlangsung di Jalan Gejayan, sementara di Surakarta, aksi dijadwalkan di Balai Kota dengan tagar #pulangkanjokowi DPR akali putusan MK.
Kontroversi Putusan dan Revisi UU Pilkada
Gelombang protes ini muncul setelah DPR dinilai mengabaikan putusan MK mengenai syarat pencalonan kepala daerah. Panitia Kerja (Panja) revisi UU Pilkada dari Baleg DPR memilih mengikuti keputusan Mahkamah Agung (MA) yang kontroversial, meskipun MK telah menegaskan bahwa usia minimal calon kepala daerah dihitung saat penetapan pasangan calon oleh KPU, bukan sejak tanggal pelantikan.
Keputusan ini diambil dalam rapat yang berlangsung cepat dan mayoritas fraksi, kecuali PDI-P, menganggap keputusan MA dan MK sebagai opsi yang setara. Selain itu, Baleg DPR juga mengabaikan Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang melonggarkan ambang batas pencalonan kepala daerah, dengan hanya memberlakukan pelonggaran tersebut untuk partai politik di luar DPRD.
Dampak Revisi UU Pilkada
Revisi UU Pilkada ini berdampak signifikan, termasuk potensi pencalonan Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo, yang kini memenuhi syarat usia yang diatur dalam revisi tersebut. Sementara itu, PDI-P berisiko kehilangan kesempatan untuk mencalonkan gubernur dan wakil gubernur Jakarta akibat perolehan kursi DPRD Jakarta yang tidak mencukupi, sementara partai politik lain sudah mendeklarasikan dukungan untuk pasangan Ridwan Kamil-Suswono.
Protes ini mencerminkan ketidakpuasan publik terhadap proses legislasi yang dinilai tidak konsisten dan merugikan demokrasi. Dengan aksi yang meluas di berbagai kota, tuntutan untuk menghormati putusan MK semakin kuat, menegaskan pentingnya integritas dan transparansi dalam proses legislasi. (Zan)