JagatBisnis.com – Program Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang memberikan harga gas murah sebesar US$ 6 per million British thermal unit (MMBTU) untuk tujuh sektor industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet kini menjadi sorotan utama. SKK Migas mengungkapkan bahwa kebijakan ini berkontribusi pada penurunan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor minyak dan gas bumi (migas).
Berdasarkan data terbaru dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), penerimaan negara bukan pajak (PNBP) hingga Juli 2024 mencapai Rp 338 triliun, turun 5% dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 355,7 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa penurunan ini terutama disebabkan oleh menurunnya penerimaan dari sektor sumber daya alam (SDA) baik migas maupun non-migas.
Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto, mengakui bahwa hulu migas berperan penting dalam pendapatan negara dan mengungkapkan bahwa efisiensi antara pendapatan dan biaya harus diperhatikan. Ia menyebutkan bahwa kebijakan HGBT, meskipun mengakibatkan penurunan pendapatan negara, tetap merupakan kebijakan pemerintah yang harus dilaksanakan. “Penurunan harga gas ini memang berimbas pada PNBP, namun ini adalah langkah penting untuk mendukung hilirisasi industri,” ujarnya.
Menurut Dwi, kebijakan harga gas murah telah mengakibatkan kerugian sebesar Rp 25 – Rp 30 triliun. Di sisi lain, sektor hulu migas masih menghadapi tantangan besar dalam meningkatkan produksi minyak dan gas. Saat ini, sekitar 65% hingga 70% dari produksi gas digunakan untuk domestik, dan kebijakan harga gas untuk domestik berdampak signifikan terhadap PNBP.
Meskipun realisasi penyerapan gas belum optimal, pemerintah memastikan program HGBT akan tetap berlanjut. Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan hal ini setelah rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada 8 Juli.
Melihat data penyerapan gas dari tahun 2020 hingga 2023, terdapat fluktuasi signifikan dalam pemanfaatan gas oleh berbagai sektor industri. Untuk industri baja, keramik, petrokimia, dan kaca, penyerapan gas pada 2020 hanya mencapai 46% dari kuota bulanan normal. Namun, pada 2021 penyerapan meningkat menjadi 68%, dan pada 2022 mencapai 79%. Pada 2023, penyerapan gas di sektor ini tercatat 71% dari kuota normal.
Sementara itu, untuk sektor kelistrikan, penyerapan gas menunjukkan angka yang lebih stabil. Pada 2020, penyerapan gas untuk kelistrikan mencapai 84% dari kuota bulanan, meningkat menjadi 95% pada 2022, namun turun menjadi 90% pada 2023.
Dengan penurunan penerimaan PNBP dan tantangan dalam penyerapan gas, pemerintah dan SKK Migas dihadapkan pada tugas berat untuk menyeimbangkan antara kebijakan harga gas yang mendukung industri domestik dan kebutuhan pendapatan negara. (Mhd)