JagatBisnis.com – Astra International (ASII) memproyeksikan peningkatan kinerja penjualan mobil pada tahun 2025 seiring dengan faktor pendukung seperti penundaan implementasi opsen pajak, penurunan suku bunga, serta insentif 3% untuk kendaraan hybrid. Namun, tantangan berupa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang berlaku pada Februari 2025 diperkirakan dapat menekan margin keuntungan.
Head of Corporate Communications Astra International, Boy Kelana Soebroto, berharap pasar otomotif pada 2025 akan menunjukkan performa yang lebih baik atau setidaknya setara dengan pencapaian tahun sebelumnya. Meskipun demikian, Astra terus memantau berbagai faktor yang dapat memengaruhi penjualan, termasuk potensi pelemahan daya beli masyarakat.
“Kami akan terus fokus memberikan produk dan layanan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat di Indonesia,” kata Boy dalam wawancaranya, Minggu (26/1).
Astra menawarkan berbagai variasi produk di 2025, mulai dari kendaraan berbasis mesin pembakaran internal (ICE), kendaraan hybrid, mobil listrik berbasis baterai (BEV), hingga kendaraan di segmen entry-level dan mobil mewah. Perusahaan juga terus meningkatkan kualitas layanan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan melalui jaringan dan ekosistem yang luas.
Meskipun Boy belum memaparkan target penjualan mobil 2025 secara spesifik, Astra tetap berkomitmen untuk menjaga pangsa pasar yang telah berhasil dipertahankan di industri otomotif Indonesia. Pada 2024, Astra tercatat mengalami penurunan penjualan mobil sebesar 13,86%, dengan total penjualan mencapai 482.964 unit, lebih rendah dibandingkan 2023 yang mencapai 560.717 unit. Namun, meskipun mengalami penurunan, Astra tetap menguasai pangsa pasar sebesar 56% dari penjualan mobil nasional.
Analis BRI Danareksa Sekuritas, Richard Jerry, mengungkapkan bahwa penurunan suku bunga umumnya berbanding terbalik dengan harga saham ASII, yang berarti penurunan suku bunga berpotensi meningkatkan minat investor terhadap saham ini. Selain itu, kebijakan subsidi pajak barang mewah (PPnBM) untuk kendaraan hybrid dan penundaan opsen pajak diprediksi menjadi pendorong utama penjualan mobil pada tahun ini.
Namun, tantangan terbesar datang dari kenaikan PPN yang akan diberlakukan pada Februari 2025, yang diperkirakan akan berdampak pada harga mobil, dengan estimasi kenaikan harga antara Rp 3 juta hingga Rp 22 juta, tergantung pada modelnya. Sebagai contoh, harga Toyota Avanza diperkirakan akan naik sekitar Rp 3 juta, setara dengan kenaikan 1,2%.
Richard memproyeksikan bahwa meskipun volume penjualan diperkirakan terus tumbuh, margin operasi otomotif (OPM) hanya akan mengalami kenaikan sebesar 1,6% pada 2025, yang masih lebih rendah dibandingkan dengan level tahun 2022-2023. Selain itu, peningkatan stok Toyota di tingkat ritel sejak Juli 2024 juga menjadi tantangan bagi margin keuntungan.
Meski demikian, Richard tetap memberikan rekomendasi beli untuk saham ASII dengan target harga berbasis sum-of-the-parts (SOTP) sebesar Rp 5.900, yang mencerminkan price-to-earnings ratio (P/E) pada tahun 2025 sebesar 7,3x. Saat ini, saham ASII diperdagangkan dengan P/E 5,8x, yang berada pada -1 standar deviasi dari rata-rata lima tahun terakhir.
Namun, terdapat beberapa risiko yang perlu diperhatikan, seperti percepatan transisi ke kendaraan listrik (EV) yang lebih cepat dari perkiraan serta terbatasnya portofolio kendaraan listrik ASII. Selain itu, siklus suku bunga yang tetap tinggi lebih lama dari yang diharapkan juga dapat menjadi hambatan bagi pemulihan industri otomotif. (zan)