Penurunan BI Rate Berpotensi Positif untuk Sektor Properti, Namun Tantangan Tetap Ada di 2025

Penurunan BI Rate Berpotensi Positif untuk Sektor Properti, Namun Tantangan Tetap Ada di 2025. foto dok kreasiprimaland.com

JagatBisnis.com – Keputusan Bank Indonesia (BI) yang memangkas suku bunga acuan (BI rate) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75% membawa angin segar bagi sektor properti. Penurunan suku bunga ini diharapkan dapat mendorong permintaan terhadap properti, meskipun beberapa tantangan tetap membayangi sektor tersebut pada 2025.

Dampak Penurunan Suku Bunga dan Daya Beli Masyarakat

Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas, Dimas Krisna Ramadhani, mengatakan bahwa secara teori, penurunan suku bunga memberikan dampak positif bagi sektor properti, terutama dalam meningkatkan daya tarik pembelian rumah dengan kredit pemilikan rumah (KPR). Namun, data inflasi yang terus turun sejak Maret 2024 menunjukkan adanya penurunan daya beli masyarakat, khususnya segmen kelas menengah.

Dimas menyarankan bahwa emiten properti yang lebih fokus pada pasar kelas menengah atas, yang cenderung lebih stabil daya belinya, akan lebih mendapat manfaat dari penurunan suku bunga ini. Dia juga menilai bahwa emiten dengan posisi neraca yang kuat, seperti PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), akan lebih tahan terhadap dampak penurunan daya beli masyarakat.

Baca Juga :   PT Barito Pacific Tbk: Ekspansi Ambisius di Sektor Properti dan Energi Terbarukan

Proyeksi Stagnasi di Sektor Properti pada 2025

Analis BCA Sekuritas, Ryan Yani Santoso, memberikan peringkat netral untuk sektor properti di 2025, dengan alasan bahwa belum ada katalis kuat yang dapat mendukung permintaan properti secara signifikan. Meski demikian, Ryan mengungkapkan bahwa dia menyukai saham PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) karena perusahaan ini menyasar segmen premium, yang memiliki daya beli berkelanjutan.

Baca Juga :   Stimulus Positif untuk Sektor Properti di Era Pemerintahan Prabowo Subianto

Menurut Ryan, meskipun ada inisiatif pemerintah untuk mengatasi backlog properti, dampaknya terbatas karena insentif PPN properti sudah diperpanjang sejak 2021 dan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) masih tersedia untuk segmen berpenghasilan rendah. Proyeksi pertumbuhan penjualan pemasaran perusahaan properti seperti BSDE, CTRA, SMRA, dan PANI diperkirakan hanya tumbuh sekitar 3,3% year-on-year (yoy) pada 2025.

Tantangan di Pasar Properti Indonesia

Meskipun tingkat kepemilikan rumah di Indonesia meningkat menjadi 84,95% pada 2024, dibandingkan 81,08% pada 2021, minat terhadap properti sebagai investasi diperkirakan akan menurun. Pertumbuhan indeks harga properti (IHPR) yang lebih datar serta stabilitas suku bunga KPR turut menjadi faktor yang menahan laju sektor properti.

Rekomendasi dari Analis

Beberapa analis tetap optimis terhadap sektor properti meski menghadapi tantangan. Analis BRI Danareksa Sekuritas, Ismail Fakhri Suweleh, mempertahankan peringkat overweight untuk sektor properti karena valuasi pengembang saat ini diperdagangkan dengan diskon yang signifikan dibandingkan dengan lima tahun terakhir. Ismail memperkirakan pertumbuhan pra-penjualan emiten akan stabil di level 5% pada 2025.

Baca Juga :   Sektor Properti 2025: Peluang dan Tantangan di Tengah Insentif PPN DTP dan Suku Bunga Tinggi

BRI Danareksa Sekuritas merekomendasikan saham CTRA sebagai top picks dan menyarankan beli pada saham CTRA, PWON, SMRA, dan BSDE dengan target harga masing-masing Rp 1.700, Rp 640, Rp 800, dan Rp 1.550. Sementara BCA Sekuritas merekomendasikan beli pada saham SMRA dan PANI dengan target harga masing-masing Rp 660 dan Rp 21.000, serta hold untuk saham CTRA dan BSDE dengan target harga Rp 1.600 dan Rp 1.000. (Hky)