JagatBisnis.com – Pemerintah Indonesia berencana menambah kapasitas pembangkit listrik sebesar 100 gigawatt (GW) pada dekade mendatang, dengan 75% dari kapasitas tersebut atau sekitar 75 GW diharapkan berasal dari energi baru dan terbarukan (EBT). Namun, untuk mencapai target ini, terdapat tantangan besar dalam hal pembiayaan. Direktur Utama PT PLN Enjiniring, Chairani Rachmatullah, memperkirakan bahwa Indonesia membutuhkan dana hingga US$ 200 miliar dalam 10 tahun ke depan untuk memenuhi target transisi energi tersebut.
Keterlibatan Sektor Swasta dalam Pembiayaan Proyek Energi
Chairani menekankan bahwa pembiayaan sebesar itu tidak dapat dipenuhi sepenuhnya oleh PT PLN (Persero). Sebagai solusinya, sebagian besar pembiayaan akan datang dari Independent Power Producers (IPP)—perusahaan swasta pembangkit listrik yang bekerja sama dengan PLN. Chairani menyebutkan bahwa sekitar 70% dari total pembiayaan proyek-proyek energi terbarukan ini akan berasal dari IPP, sementara sisanya 30% akan disiapkan oleh PLN, yang meliputi studi kelayakan (feasibility study), desain rekayasa, dokumen lelang, hingga kontrak.
Dengan melibatkan IPP, diharapkan beban pembiayaan dapat terbagi, mengurangi tanggung jawab PLN dalam pembiayaan proyek-proyek besar ini. Namun, tantangan pendanaan tetap menjadi kendala utama dalam mencapai target transisi energi yang ambisius tersebut.
Kendala dalam Capacity Building dan Teknologi Baru
Selain masalah pembiayaan, PLN juga menghadapi tantangan dalam hal capacity building (pembangunan kapasitas). Chairani mengungkapkan bahwa Indonesia akan beralih ke berbagai teknologi energi baru, seperti energi terbarukan, nuklir, penyimpanan energi (pumped storage), dan pembangkit listrik dari lepas pantai (offshore), yang merupakan hal-hal baru bagi PLN. Hal ini menuntut peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan infrastruktur yang memadai.
Strategi Pendanaan Proyek Energi Hijau
Sementara itu, dalam perhelatan Conference of the Parties (COP) 29 di Baku, Azerbaijan, Direktur Keuangan PLN, Sinthya Roesly, menjelaskan bahwa PLN telah merancang berbagai strategi pendanaan untuk mendukung transisi energi hijau di Indonesia. PLN bekerja sama dengan berbagai lembaga keuangan internasional seperti World Bank, Asian Development Bank (ADB), dan Just Energy Transition Partnership (JETP). Sinthya mengungkapkan bahwa dalam dua tahun terakhir, PLN telah memperoleh sekitar US$ 2,9 miliar, dan saat ini tengah berdiskusi dengan ADB untuk pendanaan sebesar US$ 4,8 miliar. Dengan berbagai upaya ini, PLN telah mengumpulkan potensi pendanaan senilai sekitar US$ 46,9 miliar untuk mendukung transisi energi di Indonesia.
Dengan kombinasi pembiayaan internasional, kemitraan dengan sektor swasta, dan peningkatan kapasitas internal, PLN berharap dapat mencapai target ambisius Indonesia untuk transisi energi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. (Hky)