JagatBisnis.com – Kemenangan Donald Trump dalam pemilu Presiden Amerika Serikat (AS) berpotensi membuka babak baru dalam perang dagang AS-China. Skenario ini memunculkan spekulasi tentang kemungkinan relokasi pabrikan China ke negara-negara lain, termasuk Indonesia, untuk menghindari dampak tarif tinggi yang diterapkan AS. Namun, untuk sektor industri kaca lembaran, peluang tersebut dipandang relatif kecil.
Yustinus Gunawan, Ketua Umum Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman Indonesia (AKLP), mengungkapkan bahwa meskipun relokasi pabrik China ke Indonesia mungkin terjadi di beberapa sektor, sektor kaca lembaran tidak termasuk dalam kategori yang akan terdampak signifikan. “Trump menang tidak akan banyak berpengaruh pada perkembangan industri kaca lembaran di Indonesia,” ujar Yustinus pada Selasa (12/11).
Investasi Pabrikan Asing di Indonesia
Meski demikian, Indonesia tetap menjadi tujuan menarik bagi investasi asing, termasuk dari Korea Selatan dan China. Yustinus menambahkan, investasi besar di sektor kaca lembaran sudah terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Salah satunya adalah PT KCC Glass Indonesia, pabrik kaca asal Korea Selatan yang berlokasi di Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB), Jawa Tengah. Pabrik ini menghabiskan dana investasi sebesar Rp 4 triliun.
Selain itu, ada pula investasi dari Xinyi Glass Holdings Ltd, perusahaan kaca terkemuka asal China yang sedang menyelesaikan pembangunan pabrik kaca di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) JIIPE Gresik dengan nilai investasi mencapai US$ 700 juta.
Peluang Ekspor untuk Indonesia
Meskipun relokasi pabrikan kaca dari China ke Indonesia terbilang kecil, situasi perang dagang yang berlangsung dapat membuka peluang besar bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor kaca lembaran. Karena produk kaca dari China semakin sulit memasuki pasar AS, Indonesia dapat memanfaatkan celah ini untuk memperkuat ekspor. Yustinus menjelaskan, “Sulitnya produk-produk asal China masuk ke AS menjadi peluang tersendiri bagi Indonesia.”
Indonesia kini memiliki kesempatan untuk meraup keuntungan melalui ekspor kaca lembaran, baik dari pabrik-pabrik baru maupun yang sudah beroperasi. Yustinus memproyeksikan, dengan operasional pabrik-pabrik baru dan perawatan pabrik eksisting, total kapasitas produksi kaca lembaran di Indonesia bisa mencapai 2 juta ton per tahun. Dari jumlah ini, kebutuhan domestik hanya diperkirakan sekitar 850 ribu ton per tahun, sehingga sebagian besar produksi akan diekspor.
Tantangan Peningkatan Daya Saing
Namun, tantangan utama untuk meningkatkan ekspor adalah daya saing industri kaca Indonesia di pasar global. Yustinus menekankan pentingnya kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang mendukung industri pengolahan. “Caranya adalah dengan secepatnya memastikan kelanjutan kebijakan HGBT di US$ 6/MMBTU di plant gate untuk industri pengolahan. Energi gas bumi sangat krusial karena rasio gas dalam biaya produksi cukup tinggi,” ujar Yustinus.
Prospek Positif untuk Industri Kaca Indonesia
Meski ada beberapa tantangan, prospek industri kaca lembaran Indonesia tetap cerah, terutama dengan semakin meningkatnya permintaan ekspor. Dengan dukungan kebijakan yang tepat, pengembangan kapasitas produksi, dan perbaikan daya saing, Indonesia berpotensi menjadi pemain utama di pasar ekspor kaca lembaran global. (Zan)